Bisnis.com, JAKARTA – Investor global kian berhati-hati dengan pasar obligasi pemerintah. Tak hanya kekhwatiran mengenai depresiasi rupiah, proposal amandemen UU Bank Indonesia juga turut mengurangi semangat investor asing untuk masuk ke pasar obligasi domestik.
First State Investments yang mengelola aset hingga US$145 miliar secara global baru-baru ini menurunkan posisi terhadap pasar obligasi Indonesia menjadi netral.
Head of Emerging Markets and Asian Fixed Income First State Investments Jamie Grant mengatakan rupiah sebagai mata uang dengan performa terburuk di Asia sejak Maret 2020 menjadi sentimen negatif untuk pasar obligasi. Padahal, indeks dolar AS telah jauh melemah dari posisinya pada awal tahun.
Selain itu, pihaknya juga khawatir mengenai amandemen UU Bank Indonesia yang dapat mengganggu independensi bank sentral.
“Kami sangat menghormati BI. Amandemen terhadap UU BI menimbulkan pertanyaan terkait independensi bank sentral dan itu akan buruk bagi Indonesia. Investor asing akan memperhatikan hal itu,” kata Grant seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (11/9/2020).
Rupiah tenggelam saat DPR mengajukan proposal ingin mengamandemen UU BI pada 31 Agustus 2020. Setelah sempat pulih ketika Kementerian Keuangan mengatakan tidak akan mendukung amandemen tersebut, mata uang Garuda kembali longsor ketika DKI Jakarta mengumumkan pemberlakuan PSBB kedua.
Baca Juga
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menambahkan bahwa komunikasi yang jelas dari Kemenkeu untuk tetap menjunjung tinggi independensi bank sentral telah menjadi sentimen positif di pasar.
“Kami menyambut baik komunikasi yang jelas dari pemerintah terhadap proposal amandemen UU BI,” kata Handy.
Sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Handy tetap meyakini bahwa skema burden sharing antara Kemenkeu dan BI dengan suku bunga nol hanya berlangsung selama satu tahun.