Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah diprediksi rebound tipis di tengah tren penurunan dolar AS walaupun fokus pasar masih tertuju pada ketegangan hubungan AS dan China.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pada perdagangan pekan depan, rupiah mampu untuk menguat tipis setelah pada akhir penutupan pekan lalu terjerembab di zona merah.
“Kemungkinan rupiah akan menguat tipis di level Rp14.580-Rp14.660 per dolar AS,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resminya, Minggu (26/7/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (24/7), rupiah terkoreksi 0,21 persen atau 30 poin ke level Rp14.610 per dolar AS. Kinerja itu pun menjadikan rupiah sebagai mata uang Asia terlemah kedua, setelah won Korea Selatan yang terkoreksi 0,3 persen.
Secara keseluruhan, sepanjang pekan lalu, rupiah berhasil menguat 1,1 persen memanfaatkan momentum indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama melemah 1,47 persen.
Ibrahim menuturkan fokus pasar pada pekan depan akan tertuju pada ketegangan AS dan China, seiring dengan langkah AS yang meminta Negeri Panda menutup kantor konsulat diplomatiknya di Houston. Langkah itu pun memicu aksi balasan dari Pemerintah China yang menyerukan AS untuk menutup konsulat diplomatiknya di Chengdu.
Baca Juga
Selain itu, sentimen juga akan tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang melihat proyeksi perekonomian Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan negatif pada kuartal II/2020 dan kemungkinan besar penurunan itu berlanjut pada kuartal III/2020.
“Dengan ramalan ini, artinya Indonesia akan masuk jurang resesi. Sebab, jika secara teorinya jika perekonomian tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut maka dinyatakan resesi dan memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah,” jelasnya.
Di sisi lain, rilis beberapa data ekonomi AS yang mengecewakan juga masih menjadi sentimen penggerak rupiah pada pekan depan, termasuk laporan Departemen Tenaga Kerja yang menunjukkan bahwa klaim tunjangan pengangguran AS meningkat untuk pertama kalinya dalam kurun 16 pekan.
Laporan tersebut menyampaikan klaim pengangguran awal melonjak menjadi 1,416 juta pada pekan yang berakhir 18 Juli 2020, meningkat 109.000 dari 1,307 juta pada pekan sebelumnya. Rilis itu pun lebih rendah daripada ekspektasi para ekonom.
Klaim pengangguran itu meningkat untuk pertama kalinya sejak akhir Maret 2020, tetapi masih jauh di bawah rekor tertinggi 6,867 juta yang ditetapkan dalam pekan yang berakhir pada 28 Maret 2020.