Bisnis.com, JAKARTA – Pamor logam mulia semakin bersinar di tengah prospek stimulus lebih lanjut di seluruh dunia dan kekhawatiran yang tak berkesudahan soal pandemi Covid-19.
Harga emas berjangka melonjak ke level tertinggi hampir sembilan tahun dan perak menyentuh level tertingginya sejak 2014 setelah Hong Kong melaporkan kasus-kasus baru Covid-19 dan negara bagian Victoria, Australia, melaporkan lonjakan infeksi.
Kondisi tersebut serta merta mendorong investor memburu aset safe haven. Sentimen untuk pasar logam mulia juga didorong tercapainya kesepakatan paket stimulus bersejarah di Eropa.
Para pemimpin negara Uni Eropa akhirnya mencapai kesepakatan terkait stimulus penanganan Covid-19 setelah melakukan negosiasi panjang di Brussels sejak Jumat (17/7/2020).
Dari nominal 750 miliar euro yang akan dikucurkan UE, sebanyak 390 miliar euro di antaranya bakal berwujud dana hibah. Sedangkan 360 miliar euro sisanya disalurkan dalam bentuk pinjaman jangka panjang.
Paket stimulus ini ditujukan untuk menarik ekonomi mereka keluar dari resesi terburuk serta dan memperketat obligasi keuangan yang menyatukan 27 negara mereka.
Baca Juga
Perak, yang digunakan dalam produk-produk manufaktur mulai dari panel surya hingga barang elektronik, mendapat tambahan dorongan dari kekhawatiran soal pasokan dan pertaruhan mengenai lonjakan permintaan industri.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas untuk pengiriman Agustus di bursa Comex naik 1,5 persen menjadi US$1.843,90 per troy ounce pada perdagangan Selasa (21/7/2020) pukul 1.30 siang waktu New York, harga penutupan tertinggi untuk kontrak paling aktif sejak September 2011.
Kontrak berjangka emas kini terpaut US$100 di bawah level tertinggi sepanjang masa US$1.923,70 yang dicatatkan pada 2011.
Sementara itu, harga perak untuk pengiriman September melonjak 6,8 persen menjadi US$21,557, tertinggi sejak Maret 2014. Logam mulia lainnya juga naik pada Selasa, dengan kontrak berjangka paladium naik 3,7 persen di New York Mercantile Exchange dan platinum melonjak 7,1 persen, kenaikan terbesar sejak April.
Baik emas maupun perak mencatat kinerja terbaik dalam Indeks Komoditas Bloomberg tahun ini. Suku bunga rendah di tengah pelonggaran kebijakan moneter juga telah mendukung daya tarik aset tanpa bunga.
Di sisi lain, lonjakan permintaan telah menggiring kepemilikan dalam exchange traded funds (ETF) berbasis logam mulia tersebut ke level tertinggi sepanjang masa.
"Untuk emas, ini adalah cerita lama yang sama. Suku bunga riil lebih rendah dan kita mencapai level yang mendekati [level] krisis keuangan global,” ujar ahli strategi komoditas TD Securities Daniel Ghali.
“Kita telah melihat perak semakin diperdagangkan sebagai logam industri. Kami pikir unit permintaan marjinal untuk perak datang dari sisi logam industri,” tambahnya.
Bahkan setelah reli baru-baru ini, sejumlah bank dan trader memperkirakan permintaan untuk perak akan terus naik. Dalam sebuah laporan pekan ini, Citigroup mengatakan melihat harga perak naik ke US$25 dalam enam hingga 12 bulan ke depan.
“Perak kini memimpin. Logam ini mengikuti lintasan yang sama seperti selama krisis keuangan global,” tutur Kepala strategi pasar di AxiCorp Ltd. Stephen Innes. Pada masa itu, harga perak turun selama krisis terburuk sebelum melonjak ke rekor baru mendekati US$50 pada 2011.