Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup menguat pada perdagangan Selasa (16/6/2020) karena optimisme atas pemulihan ekonomi AS mengatasi kekhawatiran bahwa kasus virus corona kembali memburuk di berbagai lokasi mulai dari Texas hingga China.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 ditutup menguat 1,9 persen ke level 3,124.74, sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average menguat 2,04 persen ke 26.289,98 dan indeks Nasdaq Composite menguat 1,75 ke level 9.895,87. Ketiganya mencatat kenaikan terbesar dalam lebih dari sepekan terakhir.
Sektor energi, perawatan kesehatan, dan bahan baku memimpin penguatan seluruh 11 sektor industri. Indeks awalnya melonjak setelah data menunjukkan penjualan ritel AS naik oleh rekor tertinggi.
Sementara itu, Gubernur Federal Reserve Jerome Powell mengatakan ekonomi AS mungkin akan keluar dari posisi terbawahnya dalam laporan kebijakan pertengahan tahun yang disampaikan di hadapan Kongres.
"Saat ini ada lebih banyak arus silang daripada yang dapat saya ingat," kata kepala investasi saham Mellon Investments, John Porter, Selasa (16/6/2020).
"Sentimen yang menjadi fokus investor benar-benar berayun liar dari kekhawatiran gelombang kedua, kekhawatiran meningkatnya ketegangan dengan China, hingga hilangnya visibilitas outlook pendapatan," lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Saham memangkas kenaikan setelah Florida melaporkan bahwa kasus baru naik ke level tertinggi sejak pandemi dimulai dan Texas melihat lonjakan rawat inap. Di China, otoritas kota Beijing menutup sekolah-sekolah karena kekhawatiran munculnya gelombang infeksi baru.
"Ini menunjukkan bahwa pasar masih sangat reaktif di kedua arah terhadap berita terkait virus, terutama pada sisi positifnya ketika ada kabar baik," kata kepala strategi investasi Charles Schwab & Co., Liz Ann Sonders.
Stimulus pemerintah telah menjadi fitur utama dari reli saham global, meskipun tingkat pengangguran meningkat dan tanda-tanda bahwa gelombang kedua virus sudah mulai muncul.
Pemerintahan Trump sedang mempersiapkan proposal stimulus infrastruktur senilai hampir US$1 triliun sebagai bagian dari upayanya untuk memacu perekonomian. Selain itu, The Fed memutuskan untuk membeli obligasi korporasi secara terpisah. Pembelian obligasi ini akan dilakukan melalui program Secondary Market Corporate Credit Facility.