Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat yang baru mulai meninggalkan dampak pandemi Covid-19, kini harus kembali menghadapi potensi penurunan akibat sentimen negatif dari unjuk rasa yang marak terjadi di negara tersebut.
Dikutip dari Bloomberg, pasar saham Amerika Serikat (AS) memasuki Juni dengan posisi kuat. Pasar saham mengalami peningkatan sebesar 36 persen sejak Maret, mengalahkan proyeksi bearish dari para pelaku pasar dan investasi.
Sokongan The Fed terhadap prospek pembukaan kembali ekonomi AS menjadi salah satu pendorong membaiknya bursa dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, pemulihannya tercatat sebagai salah satu yang tercepat.
Namun demikian, harapan yang kian tinggi atas penguatan pasar saham AS kini harus menghadapi tantangan serius dari sentimen negatif yang diakibatkan oleh unjuk rasa di sejumlah kota.
Ribuan warga di beberapa kota besar AS melakukan unjuk rasa setelah kematian menimpa pria bernama George Floyd. Pria itu meninggal di tangah salah seorang anggota Kepolisian Minneapolis pada pekan lalu.
Hingga pukul 6 pagi waktu New York, bursa futures S&P 500 turun 0,4 persen. Pada sesi awal perdagangan, futures pada S&P 500 bahkan sempat anjlok 1,1 persen. Sementara itu, bursa saham Nasdaq 100 turut melemah 0,7 persen hingga waktu yang sama.
Baca Juga
“Kita melihat kerusuhan yang membuat beberapa kota besar mengatur jam kerja hingga mengirim pasukan keamanan nasional. Hal ini tidak akan membantu melandaikan kurva penyebaran virus corona,” jelas Head Of Asset Allocation Pacific Life Max Gokhman, dikutip dari Bloomberg, Senin (1/6/2020).
Sementara itu, Head of Macro Strategy Academy Securities Peter Tchir mengatakan pihaknya memang memperkirakan bahwa penutupan kegiatan ekonomi dan bisnis dapat berujung pada kerusuhan, namun bukan karena persoalan seperti saat ini.
“Seberapa lama ini akan bertahan? Apakah akan terjadi eskalasi? Apakah akan ada perubahan atas semua yang menjadi penyebab kerusuhan ini? Kami tidak tahu bagaimana dampaknya terhadap pasar dan ekonomi,” jelasnya.
Beberapa perusahaan sejauh ini telah mengambil langkah antisipasi untuk menghadapi kerusuhan, bahkan dengan menutup operasionalnya. Amazon.com Inc. misalnya, membatasi pengiriman dan menutup stasiun di Chicago, Los Angeles dan Portland.
Sementara itu, Apple Inc. menutup beberapa toko, dengan alasan masalah kesehatan dan keselamatan karyawan. Pemerintah Kota Chicago juga sedang mempertimbangkan penundaan pelonggaran pembatasan aktivitas setelah unjuk rasa terakhir menimbulkan kerusakan.
Pada saat yang sama, adegan kekacauan di puluhan jalan di AS disiarkan bersamaan dengan data yang menunjukkan kurva wabah terus melanjutkan tren penurunan.
Kematian karena Covid-19 di New York turun pada menjadi 56, terendah sejak puncak wabah pada Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Sementara itu, jumlah kasus di AS meningkat 1,1 persen menjadi 1,78 juta.
Matt Maley, Chief Market Strategist Miller Tabak mengatakan bahwa belum ada perkiraan dampak pasti atas kerusuhan ini terhadap pasar modal dan ekonomi AS. Berdasarkan sejarah, kerusuhan seperti ini tidak mesti berdampak negatif.
“Sebagainya kita saksikan pada 1960-an, kerusuhan tidak selalu memberikan dampak negatif. Namun, hal ini akan sangat berdampak terhadap pemilu. Kita harus terus memperhatikan setiap perkembangan ke depan,” katanya.