Bisnis.com, JAKARTA – Saham emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) belum menanjak kendati perusahaan berupaya dalam bidang bioteknologi untuk vaksin virus corona.
Pada penutupan perdagangan Selasa (19/5/2020), saham KLBF terkoreksi 0,71 persen atau 10 poin menjadi Rp1.390. Sepanjang perdagangan harga bergerak di rentang Rp1.380 - Rp1.405.
Sepanjang tahun berjalan, saham KLBF turun 14,2 persen. Namun, harga menguat 16,32 persen dalam sebulan terakhir. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp65,16 triliun dengan PER 24,39 kali.
Kalbe Farma menyatakan telah mempersiapkan calon produk berbasis bioteknologi hasil kerjasama dengan partner existing-nya di Korea Selatan guna menghalau penyebaran COVID-19 di Tanah Air.
Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan pihaknya sedang menjajaki kerjasama dengan Genexine, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang bioteknologi dan vaksin di Korea Selatan.
“Memang ini kami antisipasi secara bertahap. Kami siapkan 10 calon produk di dalam negeri dengan basis biotechnology kerjasama dengan partner kami di Korea Selatan,” ungkap Vidjongtius dalam webinar RUPST Kalbe Farma yang digelar Senin (18/5/2020).
Baca Juga
Sebelumnya, perseroan sendiri telah menjalin kerjasama dengan Genexine. Dengan demikian, baginya, tidaklah sulit untuk membangun komunikasi intens kembali.
Di samping itu, perseroan juga sedang mencoba menjalin kerjasama dengan calon partner asal China dan Eropa untuk memperkuat teknologi modernnya.
Vidjongtius menyatakan masih terlalu awal untuk me-review kembali target penjualan dan laba bersih Kalbe Farma semasa pandemi berlangsung.
Untuk diketahui, sebelumnya perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 6 persen - 8 persen, dan laba bersih 5 - 6 persen secara year on year pada tahun ini.
“Kami belum bisa memprediksi kapan COVID-19 ini bisa berakhir. Jadi kami masih wait and see dan yang penting kami lakukan pengembangan produk,” ujarnya.
Dari sisi pengadaan obat, perseroan melihat terdapat variasi tingkat penjualan untuk produk kesehatan seperti vitamin, suplemen dan obat herbal. Terutama, kenaikan yang cukup menonjol berasal dari penjualan produk obat herbal.
“Potensi kedepannya health awareness yang makin tinggi. Kami percaya growth produk herbal akan lebih besar, tidak lagi single digit tetapi menjadi double digit karena masyarakat kita aware,” sambung Vidjongtius.
Meski begitu, ia tidak menampik terdapat penurunan penjualan produk minuman dan makanan kesehatan yang terdampak pada kuartal kedua akibat dari penurunan aktivitas masyarakat di luar rumah.
Lebih lanjut, perseroan juga memperkenalkan cara baru untuk memasarkan produk dan informasi seperti diantaranya penggunaan platform digital dan pengadaan webinar dengan dokter.
“Kita meminimalisir dampak dengan memanfaatkan platform digital karena konsumen kita banyak yang stay at home, sehingga kami mendekatkan barang ke rumah masing-masing konsumen,” pungkasnya.