Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dalam beberapa hari terakhir dinilai hanya sementara. Sentimen penyelesaian utang jangka pendek diperkirakan tidak akan menjadi katalis positif saham berkode GIAA itu dalam jangka panjang.
Analis PT Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menyatakan bahwa secara industri, sektor penerbangan masih diperkirakan akan mengalami periode muram. Hal ini terjadi seiring dengan menurunnya permintaan secara drastis akibat pandemi virus corona (Covid-19).
“Untuk aviation secara industri, view kami masih bearish karena demand turun drastis. Meskipun sekarang telah dibuka, namun kami lihat belum bisa mengkompensasi potensi kehilangan traffic Ramadhan & Idulfitri yang harusnya tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).
Dia mengatakan untuk Garuda Indonesia, opsi pinjaman dari perbankan, khususnya BUMN untuk melunasi utang relatif cukup membantu perseroan dalam menjaga arus kas. Hal ini juga direspons positif oleh pasar yang tercermin dari menguatnya saham berkode GIAA tersebut.
Meski begitu, dia menilai hal tersebut hanya akan menjadi sentimen jangka pendek bagi Garuda Indonesia. Pasar lebih memanfaatkan momentum tersebut buy and sell untuk melakukan perdagangan jangka pendek.
“View hingga akhir tahun sendiri secara fundamental kami lihat belum ada akan perubahan signifikan dan berpotensi semakin turun seiring efek pandemi terhadap traffic GIAA yang kami perkirakan masih akan mempengaruhi hingga akhir semester II/2020,” jelasnya.
Baca Juga
Pemerintah baru saja mengatakan tengah menyiapkan rencana penyelamatan maskapai tersebut dari lilitan utang dengan menyiapkan kucuran dana US$1 miliar. Hal ini dilakukan lewat penarikan pinjaman baru senilai US$500 juta, serta penundaan pembayaran utang Sukuk US$500 juta yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Sebelum adanya informasi tersebut, saham GIAA telah bergerak naik sepanjang 2 pekan terakhir. Namun, dalam penutupan perdagangan hari ini, saham GIAA tersungkur 6,5 persen ke level Rp230 per saham. Sepanjang tahun berjalan, saham GIAA telah terkoreksi 53,82 persen.
Dessy menyampaikan hingga saat ini pihaknya penentuan rekomendasi dan target harga untuk GIAA masih berada dalam fase under review. Namun demikian, secara industri, dia menilai belum ada perubahan berarti dari sektor penerbangan.
“[GIAA] Masih under review karena masih menghitung effect utang tahun ini. Tapi, so far untuk industri kami masih underweight hingga akhir tahun, belum ada perubahan,” ujarnya.