Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Reksa Dana Pendapatan Tetap, Amankan Investasi di Tengah Pandemi

reksa dana obligasi menjadi opsi paling ideal sebab di antara aset berisiko lain karena memiliki risiko paling kecil dan kinerjanya sangat terukur.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Reksa dana pendapatan tetap awalnya diprediksi akan moncer tahun ini. Potensi pemangkasan suku bunga serta kondisi pasar yang diramal akan jauh lebih stabil dibandingkan 2019 silam disebut menjadi pondasinya.

Di awal tahun, prediksi tersebut terasa kian nyata. Penguatan pasar obligasi juga tercermin dari naiknya Indonesia Composite Bond Index (ICBI). Berdasarkan data Indonesia Bond Price Agency (IBPA) per 31 Januari 2020, ICBI membaik 2,61 persen secara year to date.

Sejalan, produk reksa dana berbasis surat utang pun masih cuan. Mengacu data Infovesta Utama per 31 Januari, reksa dana pendapatan tetap yang diilustrasikan dalam Infovesta 90 Fixed Income Fund Index, mampu memberikan imbal hasil 1,74 persen sepanjang Januari.

Kinerja ini diperkirakan bakal terus menanjak hingga akhir tahun. Kala itu penurunan suku bunga juga masih digadang-gadang akan terjadi.

Nyatanya, seiring berjalannya tahun, penurunan suku bunga benar terjadi, bahkan tak hanya sekali. Akibat terimpit pandemi Covid-19, Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan atau 7 days reverse repo rate (BI-7DRRR) sebanyak dua kali, hingga level 4,5 persen.

Namun, kinerja ICBI juga malah turun. Berdasarkan data IBPA per 9 April 2020, ICBI berada pada level 266,18 atau turun 2,80 persen secara year to date, sedangkan jika dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya, indeks masih terpantau naik 5,93 persen.

Sementara itu yield terus menanjak. Mengacu pada data worldgovernmentbonds.com per 12 April 2020, obligasi dengan tenor 10 tahun saat ini memiliki yield 8,38 persen, beranjak cukup signifikan dibandingkan akhir tahun 2019 yang ada di level 7,1 persen.

Ini tentu berdampak pada investasi kolektif berbasis obligasi. Namun demikian, per 9 April 2020 secara year to date (ytd) indeks reksa dana pendapatan tetap terkoreksi 2,47 persen, kalah dibandingkan indeks reksa dana pasar uang yang memberikan return 1,26 persen.

Sebagai perbandingan, indeks acuan obligasi Infovesta Utama yakni gabungan antara Infovesta Government Bond Index dan Infovesta Corporate Bond Index tercatat turun 0,44 persen ytd.

Lantas, apakah reksa dana berbasis obligasi masih bisa jadi pegangan?

Head of Capital Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kejadian ini sebagai anomali. Pasalnya, jika suku bunga turun seharusnya yield obligasi juga turun sehingga harganya akan naik.

Namun, ternyata pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh belahan dunia menimbulkan kepanikan di pasar global yang berbuntut pada aksi jual investor asing, termasuk di pasar obligasi.

Berdasarkan data laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per 1 April 2020, tercatat setidaknya ada Rp121 triliun dana asing yang keluar dari pasar obligasi negara.

Kendati demikian, di tengah pasar yang tertekan ini Wawan mengatakan reksa dana berbasis obligasi masih sangat potensial untuk jadi pegangan. Dengan catatan, investor memiliki rencana investasi minimal untuk jangka menengah.

“Ya setidaknya 3 tahun,” ujarnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Bahkan, dia menilai untuk jangka waktu tersebut tersebut reksa dana obligasi menjadi opsi paling ideal sebab di antara aset berisiko lain, obligasi memiliki risiko paling kecil dan kinerjanya sangat terukur.

Menurutnya, potensi kenaikan harga obligasi selama rentang waktu menengah sangat terbuka.

“Kalaupun misalnya paling ekstrem tahun ini rugi sampai 10 persen, itu dalam dua tahun pasti kembali,” imbuh Wawan.

Adapun mengenai mana yang lebih baik di antara SBN atau obligasi korporasi, Wawan menyebut surat utang negara bisa jadi pilihan jika menginginkan imbal hasil lebih baik. Namun dia juga tak menutup potensi untuk obligasi korporasi.

Jika ingin berinvestasi dengan underlying aset obligasi korporasi, tutur Wawan, harus selalu memerhatikan rating terbaru karena di tengah situasi saat ini kemungkinan default risk akan selalu ada diakibatkan oleh force majeur adanya pandemi.

“Mau nggak mau jadi menunda [pembayaran]. Jadi harus liat rating, meski kuponnya tidak terlalu baik,” tutur Wawan.

Sementara untuk tenor, dirinya mengatakan obligasi dengan tenor semakin panjang akan jauh lebih baik, meski saat ini surat utang bertenor 10 tahun masih menjadi primadona di kalangan investor.

Prospek Reksa Dana Pendapatan Tetap, Amankan Investasi di Tengah Pandemi

Sumber: Infovesta Utama

Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan potensi return reksa dana pendapatan tetap dalam jangka menengah dan jangka panjang akan naik. Pasalnya, saat ini harga obligasi sudah terkoreksi cukup dalam.

“Sebagai contoh, ETF Berbasis SBN 5 tahun yieldnya naik diatas 7 persen setelah pajak. Sebelumnya 6 persen di awal tahun,” tutur Farash.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan untuk pasar Indonesia biasanya pergerakan saham dan obligasi cenderung sejalan. Dengan demikian ketika saham jatuh, biasanya harga obligasi juga akan jatuh, dan begitu pula sebaliknya.

Maka dia memprediksi obligasi akan menyusul saham yang sudah mulai menunjukkan sinyal penguatan sepekan terakhir. Sebagai hasilnya, kinerja reksa dana yang berbasis obligasi pun diproyeksikan membaik meski tidak dalam jangka pendek.

Rudiyanto menyebut saat ini para pelaku pasar masih mengamati stimulus yang dikucurkan pemerintah akan seperti apa. Menurutnya, investor masih tak nyaman menaruh investasi di aset berisiko di tengah ketidakpastian pandemi corona atau Covid-19 ini.

Namun, jika memproyeksikan kondisi pasar usai pandemi reda, harga obligasi diyakini akan mulai naik secara perlahan, seiring dengan pulihnya kondisi pasar global maupun domestik, pasar saham maupun surat utang.

Jika demikian, sudah siapkah untuk kembali berinvestasi di reksa dana berbasis obligasi?

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper