Bisnis.com, JAKARTA — Dana kelolaan atau asset under management (AUM) serta unit penyertaan di industri reksa dana mengalami penyusutan sepanjang Maret 2020.
Berdasarkan data Infovesta Utama, AUM industri reksa dana turun dari Rp 545,95 triliun pada akhir Februari 2020 menjadi Rp 492,67 triliun pada akhir Maret 2020. Unit penyertaan yang beredar juga turun sebesar 4,43 persen.
Dari seluruh jenis reksa dana, penurunan dana kelolaan paling besar dialami oleh reksa dana indeks yakni sebesar 24,64 persen. Kemudian diikuti oleh reksa dana pasar uang (-20,41 persen), reksa dana saham (-17,70 persen), dan reksa dana Exchange Traded Fund atau ETF (-16,24 persen).
Berdasarkan unit penyertaan, reksa dana pasar uang menjadi yang paling besar penyusutannya yakni 21,33 persen, kemudian reksa dana DIRE + KIK EBA turun 17,29 persen, dan reksa dana indeks turun 5,23 persen. Sementara sisanya mengalami penyusutan kurang dari 5 persen.
Menurut Infovesta, penurunan dana kelolaan secara serempak disebabkan oleh kinerja reksa dana yang sedang mengalami tekanan sebagai buntut dari pandemi Covid-19 yang telah mempengaruhi profil risiko investor menjadi lower risk.
Hal tersebut dapat dilihat dari dana asing yang berbondong-bondong keluar dari Indonesia, dimana kepemilikan SBN oleh asing hingga 7 April tercatat sebesar Rp 927,82 T atau turun 6,10 persen sejak awal tahun 2020.
Sementara itu pertumbuhan unit penyertaan tertinggi diraih oleh reksa dana terproteksi dengan tingkat pertumbuhan dana kelolaan yang mencatatkan penurunan terkecil di antara jenis reksa dana lainnya.
“Hal ini membuktikan bahwa reksa dana jenis ini masih bertahan di tengah ketidakpastian kondisi pasar modal di Indonesia,”tulis Infovesta dalam laporan yang dikutip Bisnis, Senin (13/4/2020)
Menurut Infovesta, reksa dana terproteksi menempatkan sebagian besar investasinya pada instrumen surat utang dan memegangnya hingga jatuh tempo, sehingga instrumen ini menjadi lebih diminati daripada Reksa Dana Pendapatan Tetap.
Pun, risiko terburuk akan terjadi hanya ketika perusahaan penerbit surat utang mengalami default atau gagal bayar. Selanjutnya, tren penurunan suku bunga yang masih berlanjut dan melihat kondisi pasar saham yang masih belum juga bangkit akibat virus Corona juga membuat reksa dana jenis ini dipilih jadi alternatif investasi.
Sebaliknya, jika digabungkan, reksa dana pasar uang menjadi jenis yang paling banyak mengalami penyusutan, baik dari sisi AUM maupun unit penyertaan.
Head of Capital Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyebut hal itu wajar karena reksa dana pasar uang memang merupakan pos untuk “tempat parkir” dana dalam jangka pendek. Walhasil saat investor membutuhkan kas atau berniat untuk menggeser pilihan investasinya, reksa dana pasar uang akan jadi pilihan utama.
Aksi penarikan atau redemption yang massif juga tak akan terlalu berdampak pada kinerja reksa dana karena mayoritas komposisi reksa dana pasar uang adalah deposito, baru sisanya obligasi jangka pendek.
“Kalau redeem-nya sangat-sangat besar, mungkin MI [manajer investasi] harus jual obligasinya, setelah mencairkan deposito. Tapi sekarang belum sampai sana sepertinya, karena bisa dilihat di Maret nyatanya tetap positif [kinerjanya],” imbuh Wawan.
Kinerja Reksa Dana Maret 2020 | ||
---|---|---|
Jenis Reksa Dana | Dana Kelolaan | Unit Penyertaan |
RD Terproteksi | -0,22% | 0,33% |
RD DIRE + KIK EBA | -2,07% | -17,29% |
RD Pendapatan Tetap | -6,53% | -3,44% |
RD Campuran | -9,92% | -0,96% |
RD ETF | -16,24% | 0,13% |
RD Saham | -17,70% | -0,53% |
RD Pasar Uang | -20,41% | -21,33% |
RD Indeks | -24,64% | -5,23% |