Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah terpeleset dan merosot pada perdagangan pagi ini, Jumat (3/4/2020), di tengah keraguan pasar atas pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal ekspektasi kesepakatan pemangkasan suplai Arab Saudi dan Rusia.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 anjlok US$1,58 atau 6,2 persen ke level US$23,74 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 8.25 pagi waktu Singapura.
Pada saat yang sama, harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 meluncur 1,9 persen ke level US$29,36 per barel di ICE Futures Europe Exchange.
Baik harga minyak WTI maupun Brent melonjak lebih dari US$5 pada akhir perdagangan Kamis (2/4/2020), setelah Trump mengatakan Arab Saudi dan Rusia akan melakukan pengurangan produksi secara besar-besaran.
“Baru berbicara dengan teman saya MBS (Putra Mahkota) Arab Saudi, yang telah berbicara dengan Presiden [Vladimir] Putin dari Rusia,” tulis Trump dalam akun Twitter miliknya, seperti dilansir dari Bloomberg.
“Saya mengira dan berharap bahwa mereka akan mengurangi [produksi minyak] sekitar 10 juta barel, dan mungkin jauh lebih besar. Jika ini terjadi, akan menjadi sesuatu yang HEBAT untuk industri minyak dan gas!” lanjutnya.
Baca Juga
Namun, ketidakpastian seputar volume pembatasan produksi dan realisasi pemangkasan seperti yang diharapkan oleh Trump tersebut tak lama menggoyang harga minyak.
Meski menuliskan bahwa pemangkasan produksi sebesar 10 juta atau lebih mungkin untuk dilakukan, Trump tidak menentukan apakah pengurangan itu akan dilakukan per hari.
Sementara itu, Arab Saudi menyerukan "pertemuan mendesak" oleh para produsen minyak dunia untuk membahas "perjanjian yang adil". Tanggapan tersebut mengisyaratkan bahwa Saudi hanya akan memangkas produksi jika yang produsen lain melakukannya.
Di sisi lain, pihak Rusia mengatakan pembicaraan antara Saudi dan Rusia seperti yang dicuitkan Trump tidak terjadi dan belum menyetujui pengurangan produksi apa pun.
Sumber terkait permasalahan ini mengatakan tujuan Trump soal pembicaraan itu murni aspirasi dan pada akhirnya akan bergantung pada apakah Arab Saudi dan Rusia dapat mencapai kesepakatan.
“Ini tentu saja bisa menjadi perkembangan yang sangat substansial, bahkan mengingat kelebihan pasokan besar-besaran 25 juta barel per hari yang saat ini dihadapi pasar,” ujar Magnus Nysveen, kepala analisis di Rystad Energy.
“[Namun] kesepakatan itu terdengar terlalu bagus untuk dapat menjadi kenyataan," tambahnya.