Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah meroket pada perdagangan Kamis (2/4/2020), setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan Arab Saudi dan Rusia akan melakukan pengurangan produksi secara besar-besaran.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 ditutup melonjak US$5,01 ke level US$25,32 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah terkoreksi pada penutupan perdagangan sebelumnya (lihat tabel).
Adapun harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 melonjak US$5,20 dan berakhir di level US$29,94 per barel di ICE Futures Europe Exchange. Brent bahkan sempat melonjak hingga mencapai level 36,29 dalam sesi Kamis.
Ketidakpastian seputar volume pembatasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia ataupun mengenai realisasi pemangkasan sedikit menggoyang harga minyak pada akhir perdagangan Kamis.
Meski menuliskan dalam akun Twitter bahwa pemangkasan produksi sebesar 10 juta barel atau lebih mungkin untuk dilakukan, Trump tidak menentukan apakah pengurangan itu akan dilakukan per hari.
Komentarnya itu dengan cepat memicu skeptisisme, bahkan di dalam pemerintahan AS. Sumber yang mengetahui diskusi pemerintah dengan Saudi itu mengatakan ada kebingungan internal tentang apa yang dimaksud Trump dan angka-angka yang dia sebutkan mungkin tidak dapat diandalkan.
Baca Juga
Sementara itu, juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov mengatakan Presiden Vladimir Putin belum berbicara dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman ataupun setuju untuk memangkas produksi minyak guna mendorong harga.
Di sisi lain, Saudi juga tidak mengonfirmasi perihal pemangkasan ini, meskipun menyerukan pertemuan yang mendesak untuk aliansi produsen OPEC+ demi mencapai "kesepakatan adil" yang akan mengembalikan keseimbangan di pasar minyak, seperti dilaporkan Saudi Press Agency.
“Pemangkasan sebesar 10, 15 juta barel per hari tidak akan terjadi. Selain itu, Rusia memiliki sumur minyak yang lebih tua, sehingga mereka tidak dapat memulai kembali dengan cara yang sama seperti Arab Saudi,” ujar Tariq Zahir, seorang fund manager di Tyche Capital Advisors, seperti dilansir Bloomberg.
Pemangkasan produksi sebesar 10 juta barel per hari akan sebanding dengan pembatasan sebesar hampir 45 persen dari produksi Rusia dan Arab Saudi, langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Jika tindakan kolektif benar-benar menghapus produksi sebanyak itu dari pasar, maka akan setara dengan sekitar 10 persen dari permintaan dunia sebelum dampak krisis penyakit virus corona (Covid-19) melanda.
Namun, ini mungkin tidak cukup untuk menghentikan kerugian yang telah menjalar di industri energi karena penurunan permintaan akibat wabah corona melumpuhkan ekonomi di seluruh dunia.
Sebelum wacana pemangkasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia, harga minyak telah memperoleh dorongan dari rencana China untuk memanfaatkan kemerosotan harga minyak sebesar 60 persen tahun ini dengan mulai membeli minyak mentah demi menambah cadangannya.
Selain untuk cadangan milik negara, Beijing juga dapat menggunakan ruang penyimpanan komersial dan mendorong perusahaan untuk memenuhi pasokan masing-masing.
Target awal adalah memenuhi stok pemerintah setara 90 hari impor bersih, yang dapat diperluas hingga 180 hari termasuk cadangan komersial.
Pemerintahan Trump dikabarkan juga akan menyewa ruang di cadangan minyak darurat AS untuk produsen-produsen dalam negeri yang harus berjuang menemukan tempat untuk menyimpan kelebihan barel.
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Mei 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
2/4/2020 | 25,32 | +5,01 poin |
1/4/2020 | 20,31 | -0,17 poin |
31/3/2020 | 20,48 | +0,39 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak Juni 2020 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
2/4/2020 | 29,94 | +5,20 poin |
1/4/2020 | 24,74 | -1,61 poin |
31/3/2020 | 26,35 | -0,07 poin |
Sumber: Bloomberg