Bisnis.com, JAKARTA – Faktor-faktor yang mendorong nilai tukar rupiah dan baht Thailand bercokol di posisi top mata uang Asia pada 2019 telah menyeret keduanya melemah saat ini.
Kedua mata uang tersebut mencatat kinerja terburuk terhadap dolar AS di antara negara-negara emerging market Asia sepanjang tahun ini.
Ketergantungan Indonesia terhadap aliran modal asing dan ketergantungan baht pada pengeluaran turis China menjadi negatif karena virus corona (Covid-19) telah memicu investor keluar dari aset berisiko.
Nilai tukar rupiah telah anjlok hampir 16 persen sejak akhir Desember 2019, mendekati rekor terendahnya pada tahun 1998, saat investor asing ramai-ramai melepaskan saham dan obligasi negara. Adapun, nilai tukar Baht telah turun sekitar 9 persen, menghapus semua penguatan yang dibukukannya pada 2019.
“Pergerakan pasar yang ekstrem pada Maret telah menyebabkan outflow yang signifikan dan memukul nilai tukar rupiah secara tidak proporsional,” ujar Wei Liang Chang, ahli strategi makro di DBS Bank Ltd., seperti dilansir dari Bloomberg.
“Untuk baht, ceritanya ada di sisi transaksi berjalan saat ini. Thailand sangat bergantung pada pariwisata, dan penghentian kedatangan wisatawan akan menekan surplus transaksi berjalannya, itulah sebabnya mata uangnya berkinerja buruk,” terang Chang.
Baca Juga
Nilai tukar rupiah memperpanjang pelemahannya tahun ini pada perdagangan Rabu (1/4/2020), setelah pemerintah memangkas proyeksinya untuk pertumbuhan ekonomi 2020 menjadi 2,3 persen karena dampak penyebaran virus corona.
"Pertumbuhan ekonomi kita perkirakan akan turun ke 2,3 persen, dan bahkan yang paling buruk bisa negatif 0,4 persen. Kondisi ini menimbulkan penurunan kegiatan ekonomi dan menekan lembaga keuangan," ujar Sri Mulyani dalam video conference, Rabu (1/4/2020).
Selain itu, nilai tukar rupiah dapat melemah hingga ke level Rp20.000 per dolar AS dalam skenario terburuknya.
Meski investor asing telah mengurangi kepemilikan saham dan obligasi di seluruh negara emerging market di Asia, surat utang Indonesia mengalami aksi jual yang brutal. Hal ini disebabkan karena pasar obligasi negara memiliki proporsi pemegang asing terbesar di kawasan ini.
Dana global mencatatkan net sell senilai US$8,4 miliar dari obligasi negara pada kuartal pertama, lebih dari tiga kali lipat rekor sebelumnya sebesar US$2,3 miliar pada kuartal kedua 2018.
Sementara itu, nilai tukar baht terdampak menurunnya pariwisata global. Pembatasan perjalanan di seluruh dunia telah menekan banyak maskapai penerbangan ketika sebagian besar populasi dunia menjalani lockdown.
Thailand diperkirakan akan mengalami kemerosotan penerimaan wisatawan asing sebesar 36 persen tahun ini karena pandemi virus corona, menurut Dewan Pariwisata Thailand pada Selasa (31/3/2020).