Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas bursa saham Asia masih melemah hari ini, Rabu (18/3/2020) karena para pelaku pasar terus mempertimbangkan efektivitas stimulus fiskal dan moneter untuk melawan dampak virus corona terhadap ekonomi.
Kontrak berjangka S&P 500 kembali melemah ke batas terendah setelah indeks menguat 6 persen pada hari Selasa. Sementara itu, indeks MSCI Asia Pacific di luar Jepang melemah 3,27 persen atau 17,83 poin ke level 527,06 pada pukul 15.03 WIB.
Indeks Topix Jepang ditutup menguat 0,19 persen, tetapi tidak diikuti oleh indeks Nikkei 225 yang berakhir melemah 1,68 persen. Di Korea Selatan, indeks Kospi ditutu anjlok 4,86 persen.
Sementara itu, indeks Shanghai Composite dan CSI 300 di China melemah masing-masing 1,83 persen dan 1,98 persen. Adapun indeks Hang Seng di Hong Kong berakhir melemah 4,18 persen.
Setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan paket fiskal besar, Menteri Keuangan Steven Mnuchin memperingatkan bahwa virus corona (Covid-19) dapat menyebabkan tingkat pengangguran di AS melonjak jadi 20 persen jika pemerintah tidak melakukan intervensi.
Sementara itu, sejumlah negara terus meningkatkan upaya membatasi pergerakan orang-orang dalam upaya mengatasi penyebaran virus. Gedung Putih memerintahkan pegawai pemerintah federal untuk bekerja dari rumah. Sementara itu, Eropa dan Taiwan memutuskan untuk menutup perbatasan.
"Unsur dasar yang hilang untuk pemulihan selera risiko yang berkelanjutan adalah beberapa bukti bahwa pertumbuhan tingkat infeksi Covid-19 secara global telah memuncak," kata Paul O'Connor, kepala investasi di Janus Henderson Investors.
"Jelas, kita belum sampai (pada titik itu)," lanjutnya, seperti dikutip Bloomberg.
Rencana stimulus AS yang bertujuan untuk mencegah dampak terburuk dari krisis yang dapat menjerumuskan banyak ekonomi dunia ke dalam resesi diperkirakan mencapai US$1,2 triliun. Sementara itu, Federal Reserve memperkenalkan kembali kebijakan moneter tambahan untuk menstabilkan pasar keuangan.
Kepala investasi AIA Group, Mark Konyn, mengatakan “Saya kira kita belum keluar dari hutan dalam hal likuiditas,” Mark Konyn, kepala investasi di AIA Group di Hong Kong, mengatakan kepada Bloomberg TV. "Ini pertanyaan kapan langkah fiskal akan memiliki kemanjuran paling besar."