Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Saham Amerika Serikat jatuh karena investor masih mengkhawatirkan pertumbuhan ekonomi global sambil menantikan kebijakan fiskal yang akan diambil pemerintah.
Pada penutupan perdagangan Kamis (12/3/2020) waktu setempat, Dow Jones turun 9,99 persen menuju 21200,62, S&P 500 anjlok 9,51 persen menjadi 2480,64, NASDAQ merosot 9,43 persen ke level 7201,80, sedangkan NYSE turun 9,99 persen menuju 10.060,77.
Dikutip dari Bloomberg, penurunan Dow Jones hingga 10 persen menjadi aksi jual terbesar sejak peristiwa Black Monday pada 1987. Adapun, S&P 500 anjlok 27 persen dari rekornya pada tiga pekan lalu, dan mencapai level terendah sejak akhir 2018.
Menurut catatan Deutsche Bank Wealth Management investor akan tetap sangat khawatir sampai AS mengeluarkan kebijakan fiskal. Sebelumnya, Presiden Donald Trump berjanji untuk menyampaikan kebijakan tersebut.
Trump memang akhirnya menawarkan beberapa upaya stimulus fiskal, tetapi langkah-langkah itu jauh dari harapan. Bank Sentral Eropa mengambil jalan buntu dengan meringankan kendala modal dan meningkatkan likuiditas, dan kerugian hanya semakin dalam.
Bahkan rencana yang belum pernah terjadi sebelumnya adalah membeli obligasi senilai US$5 triliun dari Federal Reserve dapat meredakan para investor yang bingung dengan meningkatnya kemungkinan bahwa coronavirus akan menjerumuskan ekonomi global ke dalam resesi.
Baca Juga
Namun, Wall Street tidak sendirian, karena rata-rata bursa global mengalami pelemahan. Bursa Eropa mengalami penurunan terburuk dalam sejarah, sedangkan Bursa Brasil anjlok hingga 20 persen. Bursa Kanada juga turun 12 persen, terburuk sejak 1940.
“Pasar sepertinya membutuhkan lebih banyak stimulus. Lebih banyak inovasi dari bank sentral, lebih banyak bantuan yang ditargetkan untuk bagian ekonomi yang paling rentan - dan tindakan dari otoritas fiskal untuk menghentikan guncangan sementara ini dari berkembang menjadi krisis kepailitan yang lebih lama, ”kata Seema Shah, ahli strategi investasi global untuk Principal Global Investor.
"Emosi sekarang mendorong pasar," tambahnya.
Sementara itu, tanda-tanda bahwa perusahaan-perusahaan di industri yang paling terpukul akibat wabah corona memberikan kehawatiran pengembalian kredit untuk memerangi dampak virus. Hal ini menambah kecemasan pasar.
"Risikonya pasti meningkat," kata Chris Gaffney, presiden pasar dunia di TIAA. "Pertanyaannya adalah berapa lama ini akan berlangsung dan saya tidak berpikir siapa pun dapat memprediksi itu pada saat ini."