Bisnis.com, JAKARTA – Kendati sejumlah perusahaan bersiap-siap melakukan pembelian saham kembali seiring dengan pelonggaran kebijakan oleh Otoritas Jasa Keuangan, masih ada beberapa emiten yang belum tertarik melaksanakan aksi korporasi tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2020 tanggal 9 Maret 2020. Isi dari edaran itu utamanya merelaksasi pembelian kembali atau buyback dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).
Relaksasi itu langsung disambar oleh sejumlah emiten. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) misalnya menyatakan telah berkoordinasi dengan 12 emiten pelat merah yang akan melakukan buyback. Adapun, aksi korporasi itu diprediksi akan menghabiskan dana sekitar Rp7 triliun—Rp8 triliun.
Managing Director dan CEO PT Indika Energy Tbk. Azis Armand mengatakan belum berencana melakukan strategi buyback saham. Pihaknya saat ini masih melihat perkembangan pasar.
Hal senada diungkapkan oleh Presiden Direktur PT United Tractors Tbk. Frans Kesuma. Entitas anak PT Astra International itu juga belum memiliki rencana buyback saham.
Di lain pihak, Direktur Utama PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Christian Kartawijaya mengatakan penurunan harga saham perseroan masih sejalan dengan kondisi pasar saham. Menurutnya, kondisi koreksi dialami secara global.
Baca Juga
“Indocement belum ada rencana untuk opsi buyback,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (10/3/2020).
Christian mengatakan perseroan memilih untuk fokus melakukan efisiensi dalam operasional. Tujuannya, agar emiten berkode saham INTP itu siap menghadapi turbulensi dan ketidakpastian kondisi sosial dan ekonomi akhir-akhir ini.
Daftar emiten yang memiliki posisi kas dan setara kas tebal
Emiten | Kas dan Setara Kas (dalam Rupiah) |
BBRI | 101,635,661,496,320 |
BMRI | 74,585,194,102,784 |
BBCA | 73,326,080,819,200 |
BBNI | 52,465,793,761,280 |
ASII | 24,329,999,876,096 |
ADRO | 21,825,516,444,672 |
HMSP | 19,514,420,887,552 |
BNGA | 17,088,760,512,512 |
BBTN | 16,881,495,834,624 |
TLKM | 15,016,999,780,352 |
PGAS | 13,661,807,366,336 |
INKP | 12,583,760,159,168 |
UNTR | 12,090,661,142,528 |
BTPN | 11,298,291,056,640 |
BNLI | 10,386,546,884,608 |
PNBN | 10,352,325,558,272 |
NISP | 9,846,364,569,600 |
BJBR | 9,673,111,502,848 |
BNII | 9,506,468,659,200 |
INDF | 9,408,188,776,448 |
BRPT | 9,382,423,888,832 |
WIKA | 8,899,863,248,896 |
INDY | 8,655,406,460,288 |
BJTM | 8,464,303,128,576 |
BDMN | 8,354,009,186,304 |
TPIA | 8,069,718,977,664 |
BSDE | 6,863,950,184,448 |
BBKP | 6,430,786,060,288 |
ICBP | 6,051,156,983,808 |
INTP | 6,026,374,938,624 |
ISAT | 5,881,173,901,312 |
SMMA | 5,874,204,016,640 |
MEGA | 5,381,789,057,024 |
CASA | 5,214,908,186,624 |
LPKR | 5,173,129,773,056 |
MAYA | 5,065,805,922,304 |
Sumber : Laporan Riset PT Henan Putihrai Sekuritas
Sementara itu, Team Analytics Henan Putihrai Sekuritas mengatakan buyback saham juga memberikan sinyal bahwa harga saham di pasar saat ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai intrinsik perusahaan atau undervalue.
Berdasarkan data historis, kebijakan itu juga ampuh mengerek indeks harga saham gabungan (IHSG) pada 2013 dan 2015.
Pada Agustus 2013, posisi IHSG berada di kisaran 3.967,8 dengan penutupan akhir tahun 4.274,2. Sementara itu, pada Agustus 2015, IHSG berada di level 4.120,5 dan naik menjadi 4.593,0 saat penutupan akhir tahun.
Bahkan, Team Analytics Henan Putihrai Sekuritas mencatat IHSG masih meneruskan laju kenaikan pada tahun berikutnya.
Kondisi itu didasari logika bahwa buyback dilakukan pada momentum yang tepat pada semester II atau berdekatan dengan periode laporan keuangan akhir tahun yang pada akhirnya menghasilkan earning per share (EPS) yang lebih baik.
“Hal ini dimungkinkan karena aksi buyback tersebut sejatinya mengakibatkan berkurangnya saham beredar. Maka, ketika para investor meneliti laporan akhir tahun emiten-emiten terkait, bisa dikatakan performance mereka tidaklah seburuk yang diperkirakan, dengan demikian memicu animo beli dari saham-saham yang dianggap sudah undervalue,” paparnya.
Analytics Department PT Henan Putihrai Sekuritas merangkum saat ini terdapat 36 emiten yang memiliki jumlah cash and cash equivalent atau kas dan setara kas dalam jumlah besar.
Mayoritas atau sebanyak 19 emiten yang masuk ke dalam daftar itu bergerak di sektor perbankan. Adapun, perusahaan tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Cimb Niaga Tbk. (BNGA).
Selanjutnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), PT Bank BTPN Tbk. (BTPN), PT Bank Permata Tbk. (BNLI), PT Panin Bank Tbk. (PNBN), PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII).
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (BJTM), PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN), PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP), PT Bank Mega Tbk. (MEGA), dan PT Bank Mayapada Internasional Tbk. (MAYA).
Sisanya, terdapat emiten dari berbagai sektor yakni PT Astra International Tbk. (ASII), PT Adaro Energy Tbk. (ADRO), PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (INKP), PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), PT Barito Pacific Tbk. (BRPT).
Kemudian, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT Chandra Asia Petrochemical Tbk. (TPIA), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA), PT Capital Financial Indonesia Tbk. (CASA), dan PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR).
Secara terpisah, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai bahwa opsi buyback memang dapat menahan laju penurunan saham. Namun, langkah itu belum tentu mengerek harga saham pada kemudian hari.
Reza menjelaskan bahwa penting bagi emiten untuk mempertimbangkan waktu dalam mengeksekusi opsi buyback. Hal itu khususnya terkait kapan harus menarik saham dari pasar atau order buy dan melakukan pelepasan kembali.
Berdasarkan ketentuan buyback, lanjut dia, harga saham saat pembelian harus lebih rendah dari posisi terakhir. Emiten mesti memastikan dengan baik apakah level itu sudah menjadi titik terendah dari laju saham.
Selanjutnya, emiten harus melepas saham yang didapatkan dari buyback dengan harga lebih tinggi. Dengan demikian, perseroan dapat menikmati keuntungan.
Reza menekankan emiten harus mampu memperhitungkan waktu pelepasan kembali saham. Tujuannya, agar nantinya saham treasury itu dapat diserap oleh pasar dan pergerakan dapat tetap likuid.
“Jadi buyback buat menahan penurunan saham iya tetapi buat mengerek harga belum tentu,” paparnya.