Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara termal diperkirakan pulih pada tahun ini setelah kehilangan sekitar sepertiga dari nilainya tahun lalu. Kenaikan diproyeksi dipicu permintaan dari beberapa negara Asia Tenggara dan ketatnya pasokan karena kendala pembiayaan untuk kapasitas baru.
Konsultan Perret Associates Guillaume Perret mengatakan bahwa meski investor mengantisipasi lemahnya penyerapan pasokan batubara karena kebijakan yang mendorong penggunaan komoditas energi yang lebih bersih, prospek jangka pendek batu bara menguat karena sentimen kelebihan pasokan akan berkurang.
Dia melihat adanya tanda-tanda kebangkitan harga batu bara sejak akhir tahun lalu yang mungkin akan berlanjut pada tahun ini dan menjadi awal pemulihan harga.
“Meskipun permintaan tampaknya masih akan datar dan tidak ada perubahan, tetapi adanya sinyal pasokan berubah menjadi lebih ketat, terutama di pasar Atlantik, yang bisa mendorong harga lebih tinggi,” ujar Guillaume seperti dikutip dari Reuters, Minggu (19/1/2020).
Tekanan pasokan datang dari kurangnya investasi di industri batu bara sehingga produsen pun kesulitan untuk mendapatkan modal melakukan proyek baru, menjaring lebih banyak pasokan.
Seperti yang diketahui, investor mendapatkan tekanan dari publik untuk melawan perubahan iklim dan meningkatkan divestasi dari aset batu bara. Saat ini semakin banyak perusahaan keuangan yang mengurangi pendanaan terhadap industri batu-bara.
Baca Juga
Terbaru, Standard Chartered telah menarik pembiayaan untuk tiga perusahaan dalam proyek pembangkit listrik bertenaga batu bara di Asia Tenggara dengan nilai keseluruhan proyek mencapai US$7,7 miliar.
Sebelumnya,Credit Suisse juga mengatakan akan berhenti membiayai proyek pembangkit listrik berbahan bakar batu bara baru dan Goldman Sachs Group Inc. memperketat kebijakannya terhadap pendanaan bahan bakar fosil, mengurangi pendanaan yang mendukung secara langsung pertambangan baru batu bara dan eksplorasi minyak hulu di Arktik.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (17/1/2020) harga batu bara berjangka di bursa Newcastle berada di level US$71,53 per ton, melemah 1,26%. Sepanjang tahun berjalan 2020 harga bergerak menguat 1,4%.
Adapun, pada tahun lalu harga terdepresiasi sebesar 28,29%.
Di Eropa, murahnya gas alam telah membuat komoditas tersebut lebih kompetitif dengan batu bara dalam pembangkit listrik pada tahun lalu sehingga permintaan batu bara tersebut pun semakin dalam tekanan.
Tren ini akan terus berlanjut karena pasokan gas alam cair (LNG) diperkirakan akan terus meningkat dan menjaga harga gas di bawah tekanan.
Sementara itu, industri batubara AS terus menurun karena persaingan dari gas serpih murah dan energi terbarukan, tetapi penggunaan batu bara di India, Vietnam, Indonesia, Bangladesh, dan Pakistan diperkirakan akan terus tumbuh.
Kepala Penelitian Batu Bara Termal Wood Mackenzie Dale Hazelton mengatakann bahwa pihaknya melihat adanya pemulihan di pasar batu bara tradisional sehingga menetapkan adanya pasokan yang berlebih selama paruh pertama tahun ini.
“Dan ketika harga LNG akhirnya naik dan restocking musim dingin dimulai, harga batu bara bisa melambung seperti yang terjadi pada 2016, ”kata Dale Hazelton.