Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sepekan Berlalu, Bagaimana Efek Pemilu terhadap Kondisi Pasar Modal Saat Ini?

Sepekan setelah pemilu, kinerja pasar modal Tanah Air relatif terbatas. Belum terlihat adanya euforia pasca-pemilu setelah aksi wait and seeyang terjadi beberapa pekan sebelum pemilu.
Karyawan beraktivitas di dekat papan penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Senin (4/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Karyawan beraktivitas di dekat papan penunjuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Senin (4/2/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Sepekan setelah pemilu, kinerja pasar modal Tanah Air relatif terbatas. Belum terlihat adanya euforia pasca-pemilu setelah aksi wait and see yang terjadi beberapa pekan sebelum pemilu.

Kinerja IHSG relatif terkonsolidasi sepanjang awal tahun ini. Di saat indeks-indeks negara Asia Pasifik lainnya melaju kencang, kinerja IHSG berada hampir di urutan terakhir, yakni kedua terendah setelah Malaysia.

Sepekan setelah pemilu, IHSG masih belum menunjukkan taringnya. Justru, dibandingkan posisi pada Selasa (16/4/2019) atau hari perdagangan terakhir sebelum pemilu, posisi IHSG sudah turun sebesar 0,05% per Rabu (24/4/2019) kemarin ke level 6.447,89.

Kinerja instrumen pasar modal lainnya pun relatif sama saja. Setelah pemilu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cenderung  melemah sekitar 0,71% hingga kemarin. Rupiah ditutup di level Rp14.105 kemarin.

Sementara itu, yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun juga bergerak terbatas dan cenderung melemah. Yield naik dari 7,593% sebelum pemilu menjadi 7,660% kemarin, sehingga harga turun 0,46% ke level 104,07.

Namun, lelang SUN pertama usai pemilu pada Selasa (23/4/2019) lalu, total penawaran investor jusru meningkat mencapai Rp41,76 triliun, lebih tinggi dari lelang SUN sebelumnya yang mencapai Rp31,84 triliun.

Marsangap P. Tamba, Direktur Utama Danareksa Investment Management, mengatakan bahwa gairah investasi global memang menurun di awal tahun ini karena perubahan outlook pertumbuhan ekonomi global yang justru makin rendah. Faktor pemilu domestik menambah kelesuan itu.

Kondisi ekonomi global yang melemah, khususnya pasar keuangan Amerika Serikat, sebenarnya memberi keuntungan bagi pasar negara berkembang. Seharusnya, usai pemilu, kepercayaan diri investor sudah meningkat lagi di Indonesia, karena sentimen ini menjadi penghambat utama gairah investasi di Indonesia tahun ini, sehingga IHSG kalah dibandingkan negara berkembang lainnya.

“Menurut saya, investor itu tidak perlu khawatir tentang prospek ekonomi kita ke depan. Saat ini ada ketakutan bahwa hasil quick count saja belum memastikan hasil akhir, stabilitas dianggap belum tercapai, masih beresiko untuk investasi. Sebenarnya kita tidak perlu khawatir terhadap faktor non ekonomi itu,” katanya, Rabu (24/4/2019).

Marsangap mengatakan, dari sisi fundamental makro ekonomi, Indonesia justru dalam posisi yang sangat baik untuk bisa mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan negara-negara lain di dunia, termasuk negara maju.

Khusus untuk investor reksa dana, dirinya meyarankan untuk mulai berani masuk ke instrumen yang lebih berisiko tetapi menjanjikan return lebih tinggi. Pasalnya, dengan adanya kemungkinan penurunan suku bunga dan berakhirnya pemilu, fokus selanjutnya adalah pada kinerja emiten dan prospek ekonomi makro.

 Efek Jokowi?

Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, mengatakan bahwa bila mengacu pada hasil hitung cepat, Jokowi akan melanjutkan periode pemerintahan kedua. Bila demikian, awal pemerintahan periode kedua ini akan jauh lebih baik.

Pemerintah didukung oleh koalisi yang sudah terbentuk sejak awal dengan porsi suara 60% sehingga risiko gonta-ganti anggota kabinet minim dan pemerintah pun lebih percaya diri. Selain itu, sejak tahun pertama di periode kedua, pemerintah sudah menggunakan APBN yang disusun sendiri.

“Pasca-pemilu, ekonomi selalu naik, investasi selalu meningkat, yang kemarin tahan akan merealisasikan investasinya. Pengalaman setiap pemilu selalu begitu. Pasar domestik kita punya daya tahan terhadap tekanan global. Kita memiliki pasar domestik yang besar dan bonus demografi,” katanya.

Rosan P. Roeslani, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), mengatakan bahwa masuknya dana asing di pasar saham dan obligasi hingga sekitar Rp90 triliun pada awal tahun ini cukup menjadi petunjuk tentng tingginya daya tarik pasar dalam negeri dan kepercayaan asing.

Pemilu yang telah berjalan relatif baik dan aman menjadi momentum yang tepat untuk kembali masuk ke pasar. Dirinya menyayangkan bila momentum ini terlewatkan begitu saja, padahal ini menjadi kesempatan untuk memacu kinerja pasar di tengah ekspektasi turunnya kinerja ekonomi global.

Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Menko Bidang Perekonomian, mengatakan bahwa outlook ekonomi Indonesia  dari sejumlah lembaga internasional umumnya masih baik, meskipun ekonomi global tahun ini ditandai ketidakpastian dan perlambatan pertumbuhan.

Kendati begitu, masalah defisit transaksi berjalan masih menjadi tantangan tahun ini, kendati pada kuartal pertama lalu sedikit mereda. Untuk mengantisipasi risiko ini, pemerintah sudah menyiapkan kebijakan pendukung ekspor dan investasi.

Kondisi ekonomi global yang melambat tahun ini akan turun menekan ekspor Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah akan menerbitkan kebijakan untuk mengendalikan impor seraya memacu arus investasi asing.

“Pemerintah siapkan berbagai skema kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan investasi. Kita sedang siapkan paket kebijakan insentif fiskal yang baru untuk investasi ini sehingga target pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,3%-5,6% bisa tercapai, dan PNBP bisa tumbuh di atas 7%,” katanya.

Indra Darmawan, Direktur Fasilitasi Promosi Daerah BKPM, mengatakan bahwa investor seharusnya selalu memiliki strategi dalam menyikapi setiap kondisi, termasuk kondisi politik. Sebelum pemilu pun, BKPM sudah memberikan 4 nasihat kepada para investor.

Pertama, investor harus sudah merencanakan dan punya posisi investasi untuk masing-masing skenario pemimpin terpilih. Kedua, kondisi ekonomi global yang melambat akan menyebabkan arus masuk yang deras ke negara berkembang, sehingga harus sedini mungkin memanfaatkan momentum ini.

Ketiga, tetap waspada terhadap kinerja rupiah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Keempat, berinvestasilah untuk jangka panjang. “Kalau hanya melihat Indonesia dari satu sisi atau satu capture saja, isinya adalah problem. Kalau Anda melihatnya sebagai gambar yang bergerak atau dinamis, Anda akan melihat banyak peluangnya,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper