Bisnis.com, JAKARTA — Pesta demokrasi pada tahun ini tidak menyurutkan langkah 21 korporasi untuk berubah status menjadi go public. Hal ini didorong oleh optimisme bahwa kondisi pasar akan lebih stabil dibandingkan dengan periode politik sebelumnya.
Renana IPO 2019 menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis (11/4/2019). Berikut laporannya.
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia, menuturkan tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan initial public offering (IPO), walaupun banyak investor yang wait and see menjelang pemilihan umum (pemilu).
“Di pipeline ada sebanyak 21 ,” ujarnya, Rabu (10/4/2019).
Menurutnya, jika melihat tren historis pada periode pemilu, selalu terjadi peningkatan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah investor mendapat kepastian mengenai presiden terpilih.
Berdasarkan data BEI, IHSG justru naik 45% pada Pemilu 2004 dan sebesar 87% pada Pemilu 2009 menguat 87%. Pada Pemilu 2014, indeks mencetak pertumbuhan sebesar 22%.
Dia menambahkan, pelaksanaan pemilu di Indonesia kerap berbenturan dengan perkembangan negatif di ekonomi global. Misalnya, Pemilu 2009 terjadi setelah krisis keuangan global yang membuat IHSG anjlok 51% pada 2008.
Sementara itu, pada Pemilu 2014, terjadi krisis mata uang emerging market dan pengetatan kebijakan The Fed yang membuat rupiah melemah 26% terhadap dolar AS.
Nyoman masih optimistis rekor IPO sebanyak 57 emiten pada tahun lalu dapat dipecahkan kembali pada tahun ini dengan target sebanyak 75 emiten. Hingga kemarin, sudah ada delapan emiten baru yang terdaftar di BEI.
LEBIH KONDUSIF
Anton Hendranata, ekonom PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., menuturkan dinamika pasar finansial jauh lebih tenang dibandingkan dengan kondisi pada tahun lalu.
Hal ini sejalan dengan keyakinan pelaku pasar bahwa The Fed akan tetap pada pendirian untuk tidak memaksakan penaikan suku bunga karena potensi pelemahan perekonomian AS.
“Pasar finansial akan lebih kalem pada 2019. Era suku bunga murah akan kembali terjadi pada tahun ini. Itu akan menarik bagi saham dan obligasi karena ketika suku bunga turun, saham akan kinclong,” paparnya.
Anton menambahkan, hanya tinggal menunggu waktu bahwa dana asing akan kembali agresif masuk ke dalam negeri, walaupun dalam 2 tahun terakhir mereka telah keluar dari pasar modal dengan nilai mencapai Rp93 triliun.
Head of Research Institusi MNC Sekuritas Thendra Crisnanda menuturkan, momentum yang tepat untuk menyelenggarakan IPO adalah setelah pemilu karena arah politik menjadi lebih jelas dan perekonomian juga diharapkan lebih kondusif.
Dia pun masih optimistis target IPO sebanyak 75 perusahaan yang dipatok BEI pada tahun ini dapat tercapai.
Sementara itu, analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada tidak begitu yakin target BEI tersebut dapat tercapai karena investor masih mencermati arah kebijakan suku bunga The Fed pada tahun ini.
Selain 21 perusahaan yang telah melaporkan rencana IPO ke BEI, sejumlah nama lain juga dikabarkan akan melaksanakan aksi tersebut.
Sebagai contoh, seperti dilaporkan oleh Bloomberg, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, anak usaha PT Medco Energi International Tbk., dikabarkan akan menggalang dana senilai US$600 juta melalui IPO.
Selain itu, nama besar lainnya seperti maskapai penerbangan Lion Air juga berencana go public.
Bahkan, BEI mengklaim bahwa Traveloka juga mengkaji rencana IPO. Namun, unicorn tersebut masih terkendala masalah perpajakan sehingga belum menentukan kapan akan mengeksekusi aksi itu.