Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan hari ini, Kamis (28/3/2019), bersama dengan mata uang emerging market di Asia.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 35 poin atau 0,25% di level Rp14.243 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya. Pada perdagangan Rabu (27/3), rupiah berakhir terdepresiasi 35 poin di level Rp14.208 per dolar AS.
Rupiah mulai melanjutkan pelemahannya dengan dibuka turun 8 poin atau 0,06% di level Rp14.216 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.216 – Rp14.250 per dolar AS.
Mata uang lainnya di Asia mayoritas ikut melemah terhadap dolar AS di tengah meluasnya aksi penghindaran risiko akibat kekhawatiran perlambatan pertumbuhan global.
Selain itu, mata uang emerging market (pasar negara berkembang) di Asia tertekan kekhawatiran merembetnya pergolakan yang dialami Turki saat investor ramai-ramai melepaskan aset-aset Turki.
Nilai tukar rupee India yang terdepresiasi 0,63% pada pukul 18.24 WIB memimpin pelemahan mata uang di Asia, diikuti peso Filipina yang turun 0,4% terhadap dolar AS.
Di sisi lain, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,260 poin atau 0,27% ke level 97,034 pada pukul 18.14 WIB.
Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka menanjak 0,186 poin atau 0,19% di level 96,960, setelah pada perdagangan Rabu (27/3) ditutup naik 0,04% atau 0,038 poin di posisi 96,774.
“Penghindaran risiko berlanjut, membebani mata uang emerging market di Asia. Kekhawatiran dari gejolak finansial di Turki juga membebani sentimen. Namun, dolar AS menguat di tengah permintaan safe haven,” ujar Gao Qi, pakar strategi mata uang di Scotiabank, Singapura.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melihat aksi jual yang tengah melanda pasar Turki sebagai masalah domestik dan berjanji untuk mengintervensi pasar mata uang dan obligasi dalam negeri guna memastikan stabilitas.
“Apa yang terjadi di Turki secara khusus merupakan masalah domestik di sana. Di pasar global, sentimen penghindaran aset berisiko berkaitan dengan kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang telah memicu aksi ambil untung, terutama di pasar negara berkembang,” jelas Perry, seperti dikutip Bloomberg.
“Hal itu telah menyebabkan diburunya mata uang safe haven seperti dolar AS, yen, dan franc Swiss yang terapresiasi kuat,” tambah Perry.
Indonesia, menurutnya, memiliki ketahanan ekonomi yang baik. BI melihat pelemahan rupiah diakibatkan aksi ambil untung oleh investor yang khawatir dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Sementara itu, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan berhati-hati terhadap kemungkinan dampak dari gejolak di Turki dan akan tetap waspada.