Bisnis.com, JAKARTA – Petani kedelai Amerika Serikat menyadari bahwa posisinya terjebak di tengah kenaikan konflik perdagangan antara AS dengan China.
Petani di Selatan Illinois, AS saat ini tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi ledakan hasil panen yang dialami juga oleh pertanian di seluruh AS. Namun, hasil tersebut tidak membuat para petani kedelai AS senang.
Keputusan pemerintah AS untuk menjatuhkan tarif ke China pada awal tahun ini memicu balasan tarif dari China yang diterapkan untuk sejumlah produk pertanian AS. Hal itu membuat harga perdagangan berjangka kedelai turun hingga 18% hanya dalam kurun waktu beberapa bulan. Dengan kejadian tersebut banyak petani kedelai AS tertekan.
“Di perkebunan kami sejak 2013, pendapatan dari pertanian sudah turun hingga 40%. Kami membeli lebih sedikit dan lebih banyak melakukan perbaikan mesin karena harus memperhatikan bujet kami dengan ketat dan sebisa mungkin mengelola risiko yang ada,” kata Austin Rincker, petani di Illinois, dilansir dari Reuters, Rabu (1/8/2018).
Rincker menilai bahwa sesungguhnya masih ada harapan bagi petani kedelai AS. Uni Eropa telah sepakat untuk membeli kedelai dari AS. Sementara itu, pihak Gedung Putih sudah berjanji akan membayarkan dana sebanyak US$12 miliar untuk petani yang terkena dampak kerugian perang dagang.
“Dengan masa panen yang semakin dekat, banyak petani di seluruh AS merasa gugup. Paket bantuan dari pemerintah AS memang bisa membawa ketenangan bagi kami untuk jangka pendek. Namun, untuk jangka panjang, ketidakpastian tarif masih membuat kami khawatir,” ungkap Dan Williams Moweaqua, petani di Illinois.
Baca Juga
China merupakan pengimpor terbesar kedelai AS, perdagangan kedelai di antara keduanya mencapai US$14 miliar. Biro Pertanian Illinois memperingatkan, pasar utama AS bisa berangsur menghilang apabila perang dagang terus berlangsung.