Bisnis.com, JAKARTA – Proses penutupan broker ilegal yang sudah berlangsung cukup efektif dinilai sebagai faktor utama lonjakan pertumbuhan volume transaksi Perdagangan Berjangka Komoditas. Investor yang sebelumnya berinvestasi di pialang illegal kini mulai melirik dan semakin percaya dengan PBK legal.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi menuturkan bahwa rata-rata volume PBK di Indonesia seharusnya bisa mencapai 21 juta lot dalam setahun, tiga kali lipat dari jumlah rata-rata saat ini. Jumlah tersebut belum bisa tercapai karena sepertiga transaksi PBK yang ada di Indonesia tidak terdaftar di Bappebti.
“Sepertiga transaksi yang terjadi tidak didaftarkan ke Bappebti, sedngkan sepertiga lainnya atau sekitar 30% merupakan transaksi ilegal. Dengan pengawasan di sistem online yang kita kembangkan diharapkan dapat mengkaver 30% transaksi yang tidak terdaftar tadi,” ujar Bachrul, dikutip Bisnis dalam laporan resminya, Senin (16/7/2018).
Untuk mendukung perbaikan pengawasan, Bachrul mengungkapkan bahwa Bappebti sudah meminta perbaikan integritas keuangan pada pialang terdaftar agar menerbitkan laporan keuangannya setiap hari. Selama ini, laporan keuangannya diberikan setiap bulan, sehingga banyak data yang tidak terdeteksi.
Kepala Biro Pengawasan Pasar Berjangka dan Fisik Bappebti Pantas Lumban Batu berharap bahwa perkembangan transaksi kontrak multilateralnya bisa lebih maju daripada volume Sistem Perdagangan Alternatif (SPA). Sejauh ini jumlah volume transaksi SPA selalu mendominasi karena produk forex memang lebih diminati.
“Pengembangan PBK Indonesia sudah sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1997 dan diamandemen oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2011. Sebenarnya fokus kita ada di multilateral agar ada pembentukan harga yang muncul dari Indonesia,” tutur Pantas kepada Bisnis, Senin (16/7).
Baca Juga
Dari data yang diberikan oleh Bappebti, kontrak multilateral yang paling diminati di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) ada pada komoditas Olein 10 ton (OLE10) dengan jumlah volume transaksi pada semester I/2018 ini mengalami kenaikan 140,82% menjadi 66.238 lot dari periode yang sama tahun lalu yang hanya berjumlah 27.505 lot.
Selain itu dari komoditas logam mulia, volume transaksi multilateral yang paling diminati adalah kontrak berjangka Emas 250 gram (GOL250) dengan pertumbuhan volume transaksi hingga 164,12% berjumlah 71.169 lot selama enam bulan pertama 2018, dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 26.964 lot.
“Harapan kita sebenarnya, seperti CPO [crude palm oil / minyak kelapa sawit] sudah ada yang menjadi referensi, tapi belum murni. Demikian pula dengan kontrak-kontrak lain. Artinya perusahaan kita belum mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuat referensi harga yang mereka tentukan untuk ekspor – impor komoditas itu,” lanjutnya.
Perusahaan di Indonesia dinilai belum terlalu percaya diri untuk menggunakan harga-harga yang murni dari Indonesia sebagai referensi dalam perdagangan internasional. Pantas menegaskan, itu menjadi tugas Bappebti untuk membuat para pengusaha bisa lebih percaya terhadap harga yang muncul dari bursa berjangka di Indonesia.
“Dengan transaksi multilateral yang terus bertumbuh meskipun masih lambat, diharapkan ada harga yang muncul dari Indonesia dan tingkat kepercayaannya juga semakin tinggi dari pengusaha untuk mengambil referensi harga dari Indonesia,” tegas Pantas.
Target lainnya untuk PBK Indonesia, dalam beberapa waktu mendatang akan ada beberapa kontrak yang diusulkan. Dari BKDI sudah mengusulkan perdagangan mata uang asing, timah berjangka, dan mata uang kripto yang masih menantikan peraturannya untuk rampung.
Apabila perdagangan kontrak baru tersebut nantinya ramai dan lancer, maka diharapkan dapat turut mendorong volume transaksi PBK Indonesia. “Di sektor timah, sudah ada pasar fisiknya. Kalau kontrak baru nanti ramai, diharapkan harga timah Indonesia bisa menjadi referensi harga timah dunia. KanIndonesia termasuk salah satu produsen terbesar timah, tapi harga kita belum jadi patokan.”