Bisnis.com, JAKARTA–Sejumlah 7 perusahaan kontraktor asing akan menyerahkan proposal pengajuan terkait rencana pengembangan proyek kereta api ringan atau LRT yang diprakarsai PT Ratu Prabu Energy Tbk. (ARTI) pada bulan depan.
Direktur Utama Ratu Prabu Energy Burhanuddin Bur Maras menungkapkan, perusahaan akan berkomitmen mengembangkan proyek LRT di Jabodetabek dan Banten. Pembangunan itu mencakup tiga tahap jalur sepanjang 485 km dengan total investasi Rp415 triliun.
Jalur tahap I sepanjang 115 km membutuhkan dana Rp94 triliun. Saat ini, sudah ada 7 perusahaan kontraktor yang menyatakan minat, 6 dari China dan 1 perusahaan asal Korea Selatan.
"Perusahaan kontraktor ini bukan hanya mengerjakan konstruksi, tetapi juga pendanaan proyek dari perbankan di masing-masing negara," ujarnya, Rabu (16/5/2018).
Menurut Burhanuddin, pada Juni 2018 ketujuh perusahaan akan menyerahkan proposal. Setelah itu, Ratu Prabu akan melakukan penilaian tender selama 2-3 bulan untuk menentukan siapa perusahaan mitra yang terpilih.
Manajemen ARTI akan menilai perusahaan yang paling siap dari sisi teknis pembangunan dan pendanaan. Bila sudah terpilih pemenang tender, Ratu Prabu bersama perusahaan mitra dan juga Bechtel Corporation akan membentuk perusahaan joint venture (JV).
Sebelumnya, ARTI sudah menunjuk Bechtel Corporation untuk melakukan feasibility study proyek LRT selama 1,5 tahun. Hasil kajian dalam laporan bertajuk Greater Jakarta Rapid Transit System Study itu rampung pada Desember 2017.
Perihal perizinan pembangunan proyek, sambung Burhanuddin, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Pemprov DKI Jakarta. Menurut pihak Kemenhub, perizinan akan diberikan setelah Ratu Prabu memilih mitra dan sudah membentuk JV.
"Jadi ketika sudah jelas siapa pihak yang membangun, Kemenhub akan mengeluarkan izin," ujarnya.
Diperkirakan pengerjaan fisik Tahap I dapat dimulai pada semester II/2019. Adapun, pembangunan ditargetkan rampung dalam waktu 2 tahun.
Burhanuddin menegaskan, pemegang saham ARTI tidak perlu khawatir soal pendanaan proyek LRT, karena berasal dari pihak eksternal. Menurutnya, cara ini merupakan pola berbisnis modern, karena perusahaan dapat mengembangkan suatu proyek dengan dana dari pihak lain.
"Kalau mengandalkan kas sendiri, itu cara lama zaman kakekku dulu. Zaman uang masih ditaruh dipinggang," ujar pria berusia 81 tahun ini menganalogikan.
Di samping itu, proyek LRT akan mendatangkan profit jangka panjang bagi perusahaan. Menurutnya, Rate of Return of Investment (RRI) atau rasio pendapatan tahunan tambahan atau keuntungan yang dihasilkan oleh investasi terhadap biaya investasi, proyek LRT mencapai 10,9%.
Padahal, dalam bisnis secara umum, tingkat RRI 9% sudah terbilang bagus. Oleh karena itu, dia mengatakan pemegang saham tidak perlu khawatir soal prospek proyek LRT tersebut.