Bisnis.com, JAKARTA--Tekanan aksi jual oleh investor asing di pasar modal akibat sentimen terpilihnya Donald J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat, mulai mereda.
Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia, tekanan aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing berangsur-angsur mengecil dari awal pekan ini. Pelaku pasar asing membukukan net sell yang tinggi pada akhir pekan lalu senilai Rp2,46 triliun.
Meski terus membukukan aksi jual bersih sepanjang pekan ini, capaian net sell oleh investor asing terus mengecil. Capaian net sell akhir pekan mencapai Rp128,19 miliar dari awal pekan senilai Rp1,96 triliun.
Sepanjang pekan ini, catatan net sell mencapai Rp3,16 triliun dari sebelumnya Rp3,73 triliun. Perolehan aksi jual bersih itu membuat capaian net buy sepanjang tahun berjalan semakin menipis menjadi Rp25,28 triliun.
Robertus Yanuar Hardy Kepala Riset PT Reliance Securities Tbk. mengatakan tekanan net sell oleh investor asing memang mengecil. Tetapi, aliran modal keluar oleh pelaku pasar luar negeri itu masih dalam tren net sell.
"Tren kami melihat adanya capital outflow. Tapi tetap harus diwaspadai, kecuali kalau ada pembalikan arah menjadi net buy," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Jumat (18/11/2016).
Pada perdagangan akhir pekan, Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi 0,44% sebesar 22,9 poin ke level 5.170,11. Sepanjang pekan ini, IHSG telah terkoreksi 1,18% lebih baik dari tekanan pekan sebelumnya 2,44%.
Koreksi IHSG akhr pekan terjadi saat bursa saham regional Asia Pasifik ditutup bervariasi. Selama sepekan, bursa saham Asia Pasifik juga tertekan. Sejak awal tahun, IHSG menguat sebesar 12,56%.
Saat bersamaan, nilai tukar rupiah ditutup terdepresias 0,41% sebesar 55 poin ke level Rp13.428 per dolar AS. Sepanjang pekan ini, kurs rupiah terdepresiasi 0,34%, lebih baik dari koreksi sebelumnya 2,41%.
Dia menilai, investor asing masih mencari posisi untuk keluar dari pasar modal emerging market. Hal itu terjadi lantaran pernyataan bank sentral AS Federal Reserve yang akan segera mengerek suku bunga Fed Fund Rate (FFR).
Pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam itu diproyeksi akan tumbuh lebih cepat seiring terpilihnya Donald Trump. Kencangnya pertumbuhan ekonomi akan membuat nilai tukar dolar AS menguat dan melemahkan rupiah.
Pelaku pasar asing bakal memilih untuk keluar dari negara-negara berkembang dibandingkan dengan tetap bertahan, tetapi terkena risiko rugi kurs. Prospek lebih cepatnya pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan berdasarkan pengalaman sebelumnya saat dipimpin oleh Partai Republik.
Proyeksi itu, kata dia, membuat ekspektasi penaikkan suku bunga acuan The Fed pada 2017 akan terjadi lebih dari satu kali. Kondisi tersebut membuat nilai tukar dolar AS pada 2017 diperkirakan semakin kokoh.
Kala tekanan masih menghantui lantai bursa, saham-saham sektor perbankan turut tertekan. Koreksi saham perbankan tersebut dikarenakan sentimen pelemahan kurs rupiah, suku bunga, hingga lemahnya penyaluran kredit.
Dia menilai, harapan bagi investor di pasar modal terbilang minim. Bank Indonesia dinilai memiliki peluang untuk meluncurkan kebijakan ekonomi selain soal suku bunga acuan atau BI Rate.
"Tapi BI menahan suku bunga dan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga kurang dari 5%, pemerintah juga telah menurunkan proyeksi. Agak sulit untuk mencari harapan," katanya.
Berikut rekapitulasi transaksi investor asing sepekan 14-18 November 2016:
Tanggal | Nilai (Rp miliar) | Keterangan |
14 November | 1.965,4 | Net sell |
15 November | 551,8 | Net sell |
16 November | 369,76 | Net sell |
17 November | 144,05 | Net sell |
18 November | 128,19 | Net sell |
Total | 3.159,2 | Net sell |
Sumber: PT Bursa Efek Indonesia, diolah.