Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja MEDC: Minyak Jeblok, Medco Berharap Tuah Emas Newmont

Kelamnya harga minyak mentah dunia membuat kinerja emiten migas tertekan. Pun begitu dengan PT Medco Energi Internasional Tbk. yang berharap dari keuntungan produksi emas setelah mencaplok PT Newmont Nusa Tenggara.

Bisnis.com, JAKARTA - Kelamnya harga minyak mentah dunia membuat kinerja emiten Migas tertekan. Pun begitu dengan PT Medco Energi Internasional Tbk. yang berharap dari keuntungan produksi emas setelah mencaplok PT Newmont Nusa Tenggara.

Kisah terpuruknya harga minyak mentah mulai sedikit terobati. Harga minyak mentah sedikit menguat menyusul pembicaraan antara Rusia dan Arab Saudi soal usaha stabilisasi pasar minyak, dan tidak membahas pembekuan output.

West Texas Intermediate untuk pengiriman Oktober naik 73 sen atau 1,6% ke level US$45,17 per barel di New York Mercantile Exchange sebelum perdagangan dihentikan. Sedangkan, Brent untuk pengiriman November naik 80 sen atau 1,7% ke posisi US$47,63 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.

Meski sedikit pulih, analis PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menuturkan nyaris seluruh emiten migas di dunia tengah tertekan oleh jebloknya harga minyak mentah. Outlook harga minyak mentah dunia secara global masih tertekan.

"Minyak tidak seperti batu bara, meski secara global outlook batu bara tertekan, tapi dapat ditopang oleh domestik. Kalau minyak, demand domestik tidak besar," ujarnya saat berbincang dengan Bisnis.com, Selasa (6/9/2016).

Pangsa pasar ekspor emiten Migas yang terbilang besar, membuat kinerja perseroan sangat sensitif terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia. Tidak ada yang dapat memprediksi waktu pulihnya harga minyak mentah kembali ke masa jayanya.

Terus tertekannya harga minyak mentah dunia, tentu berdampak pada aktivitas penggalangan dana perseroan. Saat Medco Energi yang dimiliki oleh Arifin Panigoro menerbitkan surat utang, investor hanya menyerap 83% obligasi senilai Rp1,25 triliun.

Tidak hanya outlook harga minyak mentah dunia, investor tengah wait and see sehingga tak terlampau agresif dalam menyerap surat utang Medco. Upaya Medco untuk mendiversifikasi lini usaha dengan mengakuisisi Newmont, juga diapresiasi pelaku pasar.

Alfred menilai, strategi bisnis emiten bersandi saham MEDC itu tepat. Diversifikasi portofolio pertambangan Medco dengan merambah tambang logam emas, membuat masa depan perseroan kian cerah.

Langkah itu dinilai patut diapresiasi. Medco melakukan diversifikasi risiko terutama akibat fluktuasi harga minyak mentah dunia, menjadi penambang emas yang lebih stabil.

Kendati harga tambang logam kini belum menggairahkan, strategi yang ditempuh Medco perlu dilihat dalam jangka panjang. Prediksinya, dalam 3-5 tahun mendatang, Medco dapat memanen booming-nya harga tambang logam.

"Strategi akuisisi Newmont sekarang itu tepat, karena Medco dapat harganya murah. Sekarang, perusahan Migas pasti ingin menjual murah," tuturnya.

Akuisisi Saham Newmont

Medco Energi memang telah mengakuisisi seluruh saham NNT senilai US$2,6 miliar dari Newmont Mining Corporation dan Sumitomo Corporation. Akuisisi dilakukan Medco terhadap PT Amman Mineral Internasional (AMI) yang mengendalikan 82,2% saham NNT senilai US$2,6 miliar. AMI membeli NNT dari Newmont Mining Corporation dan Sumitomo Corporation.

Medco dan AP Investment yang digawangi bangkir kenamaan Agus Projosasmito, bekerjasama mengakuisisi saham di AMI dengan dukungan dari tiga bank BUMN, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Dari sisi keuangan, lanjut Alfred, Medco dapat melakukan refinancing pinjaman yang segera jatuh tempo tahun ini atau reprofiling pinjaman. Saat ini, tren suku bunga yang terus turun di pasar domestik dan global, menjadikan waktu yang tepat untuk melakukan restrukturisasi utang.

Jika ditelisik dalam laporan keuangan yang telah diaudit, total utang Medco membengkak 33,26% menjadi US$1,58 miliar dari US$1,18 miliar. Medco tercatat belum merilis laporan keuangan pada semester I/2016.

Membengkaknya total utang perseroan terjadi lantaran pinjaman perbankan jangka panjang setelah dikurangi dengan biaya jatuh tempo dalam satu tahun meroket tajam. Pada periode 2015, utang itu melesat 66,75% menjadi US$908,21 juta dari tahun sebelumnya US$544,66 juta.

Posisi total utang terhadap ekuitas Medco Energi hingga akhir tahun lalu mencapai 2,25 kali. Total utang bank MEDC per 31 Desember 2015 mencapai US$1,08 miliar yang terdiri dari jatuh tempo tahun ini US$179,5 juta dan jangka panjang US$908,21 juta.

Dua kreditor terbesar Medco Energi adalah Bank Mandiri US$590 juta, pinjaman sindikasi dari Standard Chartered Bank, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank DBS Indonesia, Bank Mandiri, dan Sumitomo Mitsui Banking Corporation US$200 juta.

Dari laporan keuangan perseroan per kuartal I/2016, total utang jangka pendek dari perbankan dan obligasi mencapai US$349,71 juta. Sedangkan, utang jangka panjang yang terdiri dari pinjaman bank, obligasi rupiah, obligasi dolar AS, obligasi dolar Singapura, dan wesel jangka menengah, seluruhnya mencapai US$1,25 miliar.

"Medco bisa menerbitkan obligasi dengan bunga yang lebih rendah, optimalisasi aset. Pinjaman perbankan agak sulit karena rasio kredit bermasalah perusahaan tambang sedang tinggi," kata dia.

Obligasi & Rights Issue Medco

Tidak hanya aksi-aksi penggalangan dana tersebut, Medco juga dapat menggelar penerbitan saham baru baik dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), maupun non-HMETD. Aksi rights issue dinilai sebagai pelengkap untuk memperlebar leverage perseroan.

Pada kesempatan terpisah, analis pasar modal Kiswoyo Adi Joe, menilai refinancing utang dapat menjadi pilihan agar beban bunga tidak membengkak dan menekan kinerja keuangan. Emisi obligasi dan pinjaman perbankan dapat menjadi pilihan yang ditempuh Medco dan emiten Migas laiinnya.

Bagi Kiswoyo, emisi obligasi lebih baik dipilih korporasi lantaran kupon bunga yang ditawarkan lebih rendah dari utang perbankan. Namun, pembayaran bunga obligasi harus langsung dilakukan meski dana yang dikantongi belum dipergunakan.

Tantangan terbesar bagi Medco adalah harga minyak mentah yang masih murah. Ekspansi yang dapat dilakukan oleh Medco sebaiknya berkaitan dengan sektor pertambangan.

"Akuisisi Newmont belum kelihatan, harus menunggu kinerja setahun baru tampak," tuturnya.

Dia memerkirakan, akuisisi Newmont dapat menyokong kinerja Medco pada periode-periode mendatang. Emiten Migas disarankan untuk tidak melakukan diversifikasi usaha saat ini lantaran kinerja masih sangat tertekan.

PUB Medco Tahap II Bidik Rp1,5 Triliun

Sementara itu, Medco Energi tengah menerbitkan penawaran umum berkelanjutan (PUB) II tahap II dengan target perolehan dana Rp1,5 triliun yang ditangani oleh PT Mandiri Sekuritas. Obligasi II Medco seluruhnya bernilai Rp5 triliun dengan tahap I mengantongi Rp1,25 triliun.

Direktur Utama Medco Energi Internasional Hilmi Panigoro mengatakan selain emisi obligasi, perseroan juga menggelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) I mencapai 1,3 miliar lembar. Perseroan menurunkan target perolehan dana rights issue dari Rp4,65 triliun menjadi Rp1,94 triliun.

"Dana hasil rights issue akan digunakan untuk akuisisi dan refinancing," katanya ketika dihubungi Bisnis.com.

Adik Arifin Panigoro itu menuturkan perseroan tengah merancang investasi hingga US$500 juta untuk membangun pabrik pemurnian tembaga atau smelter Newmont.

Investasi pembangunan smelter untuk Newmont menjadi salah satu opsi yang tengah dikaji perseroan. Tidak hanya membangun smelter sendiri, Newmont juga mengkaji untuk bekerjasama dengan PT Freeport Indonesia.

Diperkirakan, tembaga dan emas yang dihasilkan Newmont dapat berkontribusi sekitar 30%-50% terhadap total pendapatan perseroan di masa depan.

Memang, tidak hanya sejumlah aksi korporasi yang tengah dirancang oleh Medco Energi. Terakhir kali, Medco melakukan optimalisasi aset dengan menjual hak partisipasi di ladang minyak lepas pantai Pulau Bawean.

Medco melepas 100% hak partisipasi di PSC Bawean dengan penjualan saham di Camar Resources Canada Inc. (CRC), dan Camar Bawean Petroleum Ltd., (CBPL).

Roberto Lorato, Chief Executive Officer Medco, mengatakan penjualan hak partisipasi dilakukan melalui anak perusahaan Medco Bawean (Holding) Pte. Ltd. Medco Bawean meneken perjanjian jual beli dengan Hyoil (Bawean) Pte., Ltd., pada 1 September 2016.

"Perseroan melepaskan 100% hak partisipasi di PSC Bawean melalui penjualan saham CRC dan CBPL," katanya.

PSC Bawean merupakan aset penghasil minyak lepas pantai yang terletak di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Produksi PSC Bawean pada paruh pertama tahun ini mencapai 670 bpod.

Perseroan telah mengoperasikan PSC Bawean sejak 2004 melalui kepemilikan di CRC. Masa kontrak PSC Bawean akan berakhir pada 2031 sesuai perpanjangan kontrak 20 tahun yang telah diberikan pemerintah Indonesia pada 2010.

"Divestasi ini sejalan dengan rencana kami untuk merasionalisasikan portofolio perseroan agar tetap fokus pada aset yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper