Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA MINYAK 18 FEBRUARI: Iran Picu Rebound Tajam

Kontrak WTI diperdagangkan menguat 5,27% ke US$30,57 per barel pada pukul 04.27 WIB setelah sempat menembus harga US$31,13 per barel di New York. Adapun Brent telah naik 7,36% ke US$34,55 per barel di London pada pukul 04.30 WIB.
Kilang minyak di Puerto Cabello, Venezuela/Reuters-Edwin Montilva
Kilang minyak di Puerto Cabello, Venezuela/Reuters-Edwin Montilva

Bisnis.com, JAKARTA - Dukungan Iran terhadap kesepakatan Arab Saudi dan Rusia memicu penguatan tajam harga minyak di pasar komoditas New York dan London.

Kontrak WTI diperdagangkan menguat 5,27% ke US$30,57 per barel pada pukul 04.27 WIB setelah sempat menembus harga US$31,13 per barel di New York. Adapun Brent telah naik 7,36% ke US$34,55 per barel di London pada pukul 04.30 WIB.

Aksi beli di bursa komoditas terjadi setelah Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh menyatakan dukungan Iran terhadap kesepakatan Arab Saudi dan Rusia mempertahankan hasil produksi minyak.

Dia menegaskan langkah tersebut belum cukup dan harus adalah tindakan selanjutnya untuk mendongkrak harga minyak. Namun, tegasnya, Iran tidak akan melepaskan market share demi harga.

“Kami menantikan awal kerjasama antara negara OPEC dan non-OPEC. Kami mendukung setiap kebijakan yang bisa menstabilkan pasar dan menaikkan harga,” kata Zanganeh usai pertemuan dengan perwakilan Kementerian Perminyakan Irak.

Kesepakatan antara Arab Saudi dan Rusia mempertahankan output minyak mentah kedua negara pada level Januari. Arab Saudi memproduksi sekitar 10,2 juta minyak mentah per hari pada bulan lalu, sedangkan Rusia menghasilkan sekitar 10,9 juta per barel. Kesepakatan tersebut juga melibatkan Qatar dan Venezuela.

Iran adalah negara OPEC dengan produksi terbanyak kedua setelah Arab Saudi sebelum terkekang oleh sanksi ekonomi, posisi yang kini ditempati oleh Irak. Sanksi atas ekonomi atas Iran dihentikan mulai Januari.

“Volatilitas sangat tinggi. Harga kini sedang mengalami rebound teknis. Pasar jenuh jual dan menggunakan isu Iran sebagai sinyal OPEC mulai beraksi sebagai alasan menjalankan aksi beli,” kata Stephen Schork dari Schork Group kepada Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper