Bisnis.com, JAKARTA - Spekulasi stimulus dari bank sentral Eropa dan Jepang mendorong harga minyak mencatatkan kenaikan paling tajam dalam 7 tahun terakhir.
Kontrak WTI di bursa komoditas New York ditutup menguat 9,01% ke harga US$32,19 per barel pada Jumat. WTI melesat 21% dalam dua hari dari US$26,55 per barel, kenaikan paling tajam sejak September 2008. Minyak Brent yang diperdagangkan di Eropa melonjak 10,2% ke harga US$32,18 per barel.
Harga minyak mentah masih lebih rendah 13% pada 2016 dibandingkan tahun lalu, tertekan oleh kecemasan atas perlambatan ekonomi China dan kembalinya minyak mentah produksi Iran ke pasar internasional.
Namun, beberapa analis memproyeksikan tren positif pada pergerakan harga minyak dalam jangka menengah. Andurand Capital Management memperkirakan minyak mentah akan naik ke US$50 per barel di akhir 2016 dan berada di US$70 per barel pada 2017.
Citigroup memperkirakan harga minyak akan menguat pada semester II/2016. Harga rata-rata Brent diproyeksikan berada di US$41 per barel di kuartal III/2016 dan US$52 per barel di kuartal terahir tahun ini.
“Akan ada dampak dari gelombang awal tambahan suplai dari Iran. Namun, setelah itu berakhir (harga) akan cenderung flat. Ini saatnya pergerakan harga berbalik,” kata Ivan Szpakowski dari Citigroup di Hong Kong kepada Bloomberg.