Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan melelang surat utang negara (SUN) berdenominasi valas dengan target indikatif US$450juta, pada hari ini, Senin (25/11/2013).
Sehari setelahnya, Selasa (26/11/2013), pemerintah juga akan melakukan lelang sukuk negara dengan target indikatif sebesar Rp1,0 triliun.
Menurut tim riset Kresna Graha Sekurindo menyatakan harga SUN kembali mengalami pelemahan pada sesi perdagangan pekan lalu.
Yield SUN FR0066 (5 tahun) naik 14bps, FR0063 (10 tahun) naik 19bps, FR0064 (15 tahun) naik 21bps, dan FR0065 (20 tahun) naik 22bps.
Meningkatnya tekanan jual ini lebih disebabkan oleh meningkatnya spekulasi akan terjadinya pengurangan stimulus AS dalam waktu dekat, terutama setelah dirilisnya notulen rapat kebijakan moneter bank sentral Amerika (FOMC).
Dalam notulen tersebut, para anggota the Fed melihat bahwa terjadinya perbaikan di sektor tenaga kerja AS dapat mendukung dimulainya inisiatif pemangkasan laju pemberian stimulus dalam beberapa bulan mendatang.
Selain itu, tekanan jual juga dipicu oleh sentimen negatif penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global: Organisasi untuk Kerja Sama dan Perkembangan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia (dari 3,1% menjadi 2,7% untuk 2013E, dan dari 4,0% menjadi 3,6% untuk 2014F), ditambah dengan data manufaktur China yang masih rentan (indeks manufaktur China berada di level 50,4 pada November 2013).
Di dalam negeri, kecemasan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan yield obligasi, tekanan jual pada Rupiah, dan kenaikan Credit Default Swap (CDS).
Sementara itu, di pasar spot pekan lalu, Rupiah menembus level 11.700/US$ yang merupakan nilai penutupan terendahnya sejak April 2009, sedangkan CDS Indonesia jangka waktu 5 tahun sempat menyentuh level 222 sebelum akhirnya ditutup di level 215 (naik tipis dari posisi pekan sebelumnya di 213).
Di sisi lain, terjadi kenaikan permintaan pada lelang SUN pekan lalu (19/11). Permintaan yang masuk mencapai Rp22,8 triliun (2,9 kali dari target indikatif), lebih tinggi dari lelang pekan sebelumnya (6/11) yang hanya mencapai Rp11,7 triliun (1,5 kali dari target indikatif).
Dari keseluruhan permintaan, pemerintah Indonesia menyerap Rp12,0 triliun, lebih tinggi dari target indikatif sebesar Rp8,0 triliun.