Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai mencatat pencapaian penting setelah dua emiten pendatang baru, yakni PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) dan PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU) berhasil masuk ke dalam jajaran konstituen indeks MSCI Small Cap.
Keduanya menjadi contoh langka emiten yang belum genap satu tahun tercatat di BEI, tetapi mampu menembus indeks global bergengsi. RATU listing perdana pada 8 Januari 2025, sementara AADI melantai sejak Desember 2024.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menilai capaian ini mencerminkan kepercayaan pasar internasional terhadap kualitas emiten baru, sekaligus potensi di sektor energi dan infrastruktur.
Menurutnya, keberhasilan AADI dan RATU didorong oleh lonjakan kapitalisasi pasar sejak resmi tercatat, peningkatan likuiditas transaksi di pasar sekunder, dan struktur kepemilikan yang sesuai dengan kriteria MSCI.
“Jika semakin banyak emiten baru Indonesia dapat masuk ke indeks global, seperti MSCI, implikasinya sangat positif terhadap reputasi BEI sebagai investable market,” ujar Liza kepada Bisnis, Jumat (8/8/2025).
Dia menambahkan bahwa masuknya emiten muda ke indeks global bukan hanya membawa sentimen positif jangka pendek, tetapi juga berpotensi memberikan implikasi strategis dalam jangka panjang.
Baca Juga
Contohnya, meningkatkan daya tarik initial public offering (IPO) di sektor strategis serta mendorong perbaikan kualitas pelaporan keuangan dan tata kelola, sekaligus memperluas partisipasi investor institusi asing.
“Namun, agar ini terjadi lebih luas, BEI perlu aktif mendampingi emiten baru dalam membangun struktur free float, tata kelola, serta pelaporan yang kompatibel dengan kriteria indeks global,” kata Liza.
Untuk diketahui, AADI dan RATU masuk ke dalam indeks MSCI Small Cap bersama PT MNC Tourism Indonesia Tbk. (KPIG), PT Petrosea Tbk. (PTRO), PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG), serta PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) yang terlempar dari indeks MSCI Global Standard.
Perubahan ini akan berlaku efektif pada 27 Agustus 2025. Meski demikian, pengumuman rebalancing MSCI telah membuat saham AADI dan RATU menghijau. Pada perdagangan Jumat (8/8/2025), AADI ditutup menguat 2,81% ke Rp7.325, sementara RATU tumbuh 5,43% menjadi Rp7.275.
Khusus untuk AADI, hal tersebut akan menjadi katalis tambahan setelah emiten yang terafiliasi dengan Garibaldi ‘Boy’ Thohir ini, baru saja ditetapkan sebagai anggota indeks LQ45 periode Agustus-Oktober 2025.
KINERJA KEUANGAN
Dari sisi fundamental, RATU tercatat meraih pertumbuhan laba bersih pada paruh pertama tahun ini meskipun pendapatan mengalami penurunan.
Berdasarkan laporan keuangan akhir Juni 2025, emiten migas ini membukukan pendapatan sebesar US$25,15 juta selama enam bulan pertama. Perolehan tersebut seluruhnya berasal dari usaha lifting minyak dan gas.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, pendapatan RATU turun sebesar 10,03% dari capaian US$27,96 juta.
Sementara itu, beban pokok pendapatan turun lebih dalam yakni 18,62% year on year (YoY) menjadi US$13,32 juta dari sebelumnya US$16,37 juta. Alhasil, RATU meraih laba kotor senilai US$11,82 juta, tumbuh 2,09% YoY.
Setelah memperhitungkan pendapatan dan beban lain, RATU menorehkan laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar US$7,64 juta. Perolehan ini naik 3,43% YoY dari raihan US$7,39 juta tahun sebelumnya.
Hingga 30 Juni 2025, Raharja Energi Cepu memiliki total aset senilai US$64,04 juta, dengan liabilitas US$22,29 juta dan ekuitas sebesar US$41,75 juta.
Di sisi lain, AADI sejauh ini belum merilis laporan keuangan semester I/2025. Meski demikian, perseroan telah mengumumkan hasil penggunaan dana penawaran umum perdana yang mencapai Rp4,27 triliun.
Manajemen AADI mencatat bahwa seluruh dana IPO tersebut sudah terserap 100% dengan alokasi ke tiga pos utama. Pertama, sekitar 37,23% atau Rp1,59 triliun digunakan sebagai pinjaman kepada anak usaha, PT Maritim Barito Perkasa (MBP) guna mendukung investasi dan ekspansi operasional.
Kedua, sekitar 14,89% atau Rp635,52 miliar dialokasikan untuk pembayaran kembali sebagian pinjaman kepada Adaro Indonesia. Pembayaran dilakukan berdasarkan perjanjian pinjaman tertanggal 3 Mei 2024.
Sementara itu, sisanya sebanyak 47,88% atau Rp2,05 triliun digunakan untuk pelunasan pinjaman kepada ADRO sesuai dengan perjanjian tertanggal 24 Juni 2024.
Dalam laporan tersebut, AADI juga memerinci bahwa biaya penawaran umum menelan Rp51,29 miliar, termasuk biaya jasa penjaminan, penyelenggaraan, penjualan, jasa profesi penunjang pasar modal, hingga jasa konsultasi.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.