Bisnis.com, JAKARTA — Empat emiten di bawah payung PT Industri Mineral Indonesia (Persero) atau MIND ID memacu belanja modal dalam skala besar pada 2025. Meski di lantai bursa investor masih menunggu hasil, arah strategi memperlihatkan bahwa program penghiliran terus diakselerasi.
Entitas tambang pelat merah, yakni PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), dan PT Timah Tbk. (TINS) mengalokasikan belanja modal (capex) hingga Rp23,47 triliun pada 2025. Meningkat hampir dua kali lipat dari tahun lalu yang berkisar Rp13 triliun.
Mayoritas capex bakal diarahkan untuk memacu sejumlah proyek yang sedang dijalankan oleh para emiten. Langkah ini dinilai selaras dengan arah strategi MIND ID dalam mengakselerasi hilirisasi mineral dan transisi energi nasional.
Analis Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menyampaikan kenaikan belanja modal merupakan sinyal kuat bahwa MIND ID serius mendorong program hilirisasi dan transisi energi. Komitmen tersebut juga tecermin dari proyek strategis yang berjalan, seperti Smelter Grade Alumina Refinery (SGRA), Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) nikel, dan smelter tembaga.
“Lonjakan capex sangat mungkin menjadi katalis positif jika diiringi dengan eksekusi proyek yang tepat waktu, ramp-up produksi yang tidak terganggu, dan dukungan regulasi yang memadai,”ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD), saham ANTM tercatat melesat 107,21% hingga pukul 10.00 WIB, Selasa (22/7/2025). Saham INCO turut menguat 4,14%, TINS naik 1,40%, dan PTBA masih terkoreksi 11,27% YtD.
Baca Juga
Market Analyst BRI Danareksa Sekuritas, Chory Ramdhani, juga berpandangan serupa. Dia menyatakan agresivitas ekspansi dari emiten BUMN tambang belum sepenuhnya diapresiasi karena pelaku pasar masih menunggu realisasi proyek, serta kejelasan monetisasi hilirisasi terhadap kinerja laba bersih perseroan.
Kendati demikian, lonjakan belanja modal berpotensi menjadi katalis positif untuk jangka menengah panjang. Untuk jangka pendek, pasar dinilai relatif berhati-hati karena capex besar seringkali berdampak pada arus kas dan margin.
“Sentimen akan lebih kuat jika dibarengi dengan kemajuan proyek strategis seperti ekosistem baterai EV [electric vehicle] atau gasifikasi batubara yang terukur dan terkomunikasikan dengan baik ke publik,” ucap Chory.
Secara keseluruhan, ANTM dinilai paling menarik di antara jajaran saham emiten tambang pelat merah saat ini. Dari sisi fundamental, valuasi saham emiten logam mulia yang tercatat sejak 1997 tersebut masih tergolong wajar dengan dukungan kinerja solid pada kuartal pertama 2025.
Dari sisi teknikal, pergerakan ANTM turut memperlihatkan kekuatan usai sempat mengalami fase koreksi. Saham ANTM meraih rekomendasi beli dengan target harga jangka pendek di Rp3.150 per saham.
Sementara itu, Chory menyampaikan bahwa saham PTBA masih menarik secara valuasi, terutama bagi investor yang mengincar pembagian dividen tinggi dan price to earnings ratio (PER) rendah. Akan tetapi, sentimen ESG dan dekarbonisasi membatasi potensi kenaikan saham.
Di sisi lain, INCO dinilai menyimpan prospek jangka panjang yang kuat, tetapi tertekan oleh pelemahan harga nikel dan kebijakan ekspor China. Adapun TINS masih menghadapi tantangan struktural dari sisi permintaan dan efisiensi biaya.
PROYEK STRATEGIS
Pada 2025, holding BUMN pertambangan MIND ID memprioritaskan pembangunan SGAR Fase II di Mempawah, RKEF & HPAL di Halmahera Timur, optimalisasi Precious Metal Refinery, pembangunan PLTG di Gresik, serta peningkatan angkutan batu bara Tanjung Enim–Keramasan.
Perusahaan juga tengah mengembangkan tiga proyek nikel di Sulawesi milik INCO, yakni Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, IGP Morowali, dan HPAL Sorowako untuk memperkuat fondasi ekosistem kendaraan listrik nasional.
“Kami berkomitmen mendorong industrialisasi mineral yang berkelanjutan dan memperbesar kontribusi sektor tambang bagi tercapainya Indonesia Emas 2045,” ujar Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin.
Seturut dengan arah strategi tersebut, Vale Indonesia berencana mempersiapkan kebutuhan pendanaan hingga US$1,2 miliar atau sekitar Rp19,56 triliun untuk mendukung proyek tambang dan pembangunan smelter HPAL.
Head of Corporate Finance & Investor Relation Vale Indonesia, Andaru Brahmono Adi, menyampaikan bahwa pemenuhan kebutuhan dana ini akan dilakukan secara bertahap. Salah satu opsi terdekat akan ditempuh lewat pinjaman bank senilai US$500 juta pada awal 2026, lalu diikuti rencana penerbitan obligasi hingga US$700 juta.
“Obligasi nanti mungkin di tahun 2027, kami akan masuk ke bond market dengan nilai sekitar US$500 sampai dengan US$700, sehingga totalnya US$1,2 miliar,” ucap Andaru di Jakarta, pekan lalu.
Antam dan Bukit Asam juga berencana memacu pengembangan proyek strategis dengan menyiapkan belanja modal Rp7 triliun dan Rp7,2 triliun. Komposisi pendanaan modal ini akan ditempuh melalui skema pinjaman perbankan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Antam, Arianto Sabtonugroho Rudjito, menyatakan bahwa saat ini perseroan tidak memiliki utang bank. Untuk itu, Antam berencana menjajaki opsi pendanaan dari perbankan guna mendukung pengembangan proyek pabrik pencetakan emas di Gresik.
“Antam saat ini tidak memiliki utang bank dalam neracanya, sehingga posisi keuangan kami sangat kuat untuk menopang pertumbuhan ke depan,” tuturnya.
Sementara itu, Bukit Asam akan memenuhi kebutuhan belanja modal untuk proyek angkutan batu bara relasi Tanjung Enim dari dua sumber. Sekitar 20% akan berasal dari kas internal, sedangkan 80% dibiayai melalui pinjaman.
Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail menyatakan perseroan memiliki kapasitas untuk menjalankan proyek tersebut karena rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) masih berada di level 0,6 kali. Dengan demikian, emiten batu bara ini dinilai memiliki ruang yang cukup untuk menambah porsi pembiayaan melalui pinjaman.
Tidak mau ketinggalan, PT Timah mengalokasikan belanja modal sebesar Rp469 miliar pada 2025 dengan 60%–70% difokuskan untuk pengadaan alat produksi. Sisanya, digunakan untuk mendongkrak eksplorasi dan pengembangan usaha.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.