Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Global Berpotensi Tembus US$110 per Barel Imbas Ketegangan AS-Iran

Harga minyak brent bisa naik hingga ke level US$110 per barrel jika terjadi gangguan pengiriman di Selat Hormuz, sebagai dampak serangan AS ke Iran.
Pompa angguk atau pump unit dan drilling rigs beroperasi di kilang minyak dekat Laut Kaspia, Baku, Azerbaijan pada Kamis (14/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov
Pompa angguk atau pump unit dan drilling rigs beroperasi di kilang minyak dekat Laut Kaspia, Baku, Azerbaijan pada Kamis (14/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi gangguan pasokan energi global akibat ketegangan di Selat Hormuz dapat memicu lonjakan tajam harga minyak dunia, menyusul serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran.

Dalam riset yang dikutip dari Reuters pada Senin (23/6/2025), Goldman Sachs memperkirakan harga minyak mentah jenis Brent dapat melonjak sementara hingga US$110 per barel apabila arus minyak melalui Selat Hormuz—jalur vital pengiriman sekitar 20% minyak dunia—terpangkas setengahnya selama satu bulan, dan tetap turun 10% dalam 11 bulan berikutnya.

Setelah itu, harga diperkirakan akan moderat dengan rata-rata Brent mencapai sekitar US$95 per barel pada kuartal IV/2025.

Kenaikan harga tersebut terjadi setelah Washington secara terbuka bergabung dengan Israel dalam serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran pada akhir pekan lalu, yang membuat harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak Januari.

Goldman Sachs juga menyoroti bahwa pasar prediksi, meskipun likuiditasnya terbatas, kini mencerminkan kemungkinan sebesar 52% bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz pada 2025, berdasarkan data dari platform prediksi Polymarket.

Selain itu, jika pasokan minyak Iran berkurang sebanyak 1,75 juta barel per hari (bph), Brent diperkirakan bisa mencapai puncak sementara di kisaran US$90 per barel.

Dalam salah satu skenario, jika gangguan pasokan sebesar 1,75 juta bph terjadi selama enam bulan dan kemudian pulih secara bertahap, maka Brent bisa naik ke level US$90 sebelum turun ke kisaran US$60 pada 2026.

Namun demikian, jika produksi Iran tetap rendah dalam jangka panjang, Brent diperkirakan masih akan mencapai US$90 dan stabil di kisaran US$70—80 sepanjang 2026, didorong oleh minimnya cadangan dan kapasitas global yang terbatas.

“Meski situasi di Timur Tengah masih sangat dinamis, kami menilai insentif ekonomi bagi AS dan China untuk mencegah disrupsi besar dan berkepanjangan di Selat Hormuz akan sangat kuat,” tulis Goldman Sachs dalam laporannya.

Sebelumnya, Press TV melaporkan bahwa keputusan akhir untuk menutup Selat Hormuz berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, setelah parlemen negara tersebut menyatakan dukungan atas rencana tersebut menyusul serangan udara AS.

Goldman juga memproyeksikan pasar gas alam Eropa, termasuk acuan TTF, akan mulai memperhitungkan potensi gangguan tersebut, dengan harga TTF berpotensi naik mendekati 74 euro per megawatt-jam (sekitar US$25/MMBtu).

Adapun pasar gas alam AS diperkirakan tidak terlalu terdampak, mengingat struktur pasar domestik yang kuat, kapasitas ekspor yang besar, serta minimnya kebutuhan impor LNG dalam negeri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper