Bisnis.com, JAKARTA — Grab Holdings Ltd. menegaskan bahwa perusahaan tidak sedang melakukan pembicaraan terkait dengan penggabungan usaha atau merger dengan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO).
“Para pihak tidak terlibat dalam diskusi apa pun saat ini dan Grab belum menandatangani perjanjian apa pun yang bersifat mengikat,” tulis Manajemen Grab mengutip Bloomberg, Senin (9/6/2025).
Manajemen Grab mengatakan, Indonesia tetap menjadi negara yang penting dalam menjalankan misi perseroan, seiring dengan upaya perusahaan untuk terus memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, mitra pengemudi, dan mitra merchant Grab di Indonesia.
Sebelumnya, Grab dan GoTo disebut-sebut telah mencapai kemajuan dalam menyusun struktur kesepakatan, tetapi pembicaraan melambat karena kekhawatiran atas potensi tuntutan regulasi.
Bloomberg melaporkan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan akan menyelidiki risiko dari potensi merger, serta mendesak kedua perusahaan memastikan bahwa kesepakatan tidak akan menimbulkan monopoli.
Pasar pun merespons kabar tersebut. Saham Grab terpantau turun 1% dalam perdagangan pra-pasar, meski mencatat kenaikan sekitar 41% dalam 12 bulan terakhir seiring dengan membaiknya profitabilitas.
Adapun, saham Grab masih terkoreksi lebih dari 50% sejak pencatatan perdananya di Bursa New York pada akhir 2021 melalui merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC).
Grab, yang didukung oleh Uber Technologies Inc., dikabarkan telah beberapa kali terlibat dalam diskusi dengan GoTo selama bertahun-tahun, tetapi merger tak kunjung terwujud. Kekhawatiran utama datang dari potensi monopoli karena keduanya merupakan pemain dominan di sektor ride-hailing dan layanan antar makanan di Asia Tenggara.
Di lain sisi, setelah hengkang dari Asia Tenggara pada 2018, Uber memperoleh saham di Grab. Sementara itu, pemain-pemain kecil di Indonesia dan Singapura sejauh ini belum mampu menggerus dominasi Grab dan GoTo secara signifikan.
Laporan Bloomberg juga menyebutkan bahwa Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sedang mempertimbangkan peran dalam potensi akuisisi ini, guna meredakan kekhawatiran di kalangan pemerintah terkait dengan penjualan GoTo di sektor teknologi digital.
Rencana penjualan GoTo memicu kekhawatiran di kalangan elite politik Indonesia, terutama mengenai potensi kehilangan kedaulatan teknologi serta lapangan kerja bagi pengembang dan insinyur lokal.
Sejumlah pihak juga khawatir harga layanan ride-hailing dan antar makanan akan melonjak apabila Grab menjadi terlalu dominan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Sebagai pemain terbesar di sektor ride-hailing dan pengantaran makanan di Asia Tenggara, Grab telah bersaing ketat dengan GoTo hampir selama satu dekade. Perusahaan asal Singapura ini merupakan pemimpin pasar di negara asalnya, serta di Malaysia dan Thailand.
Meski persaingan membuat keduanya kesulitan mencetak laba secara konsisten, mereka tetap menikmati pertumbuhan pengguna di pasar negara berkembang.
Dalam laporan terpisah, Grab menyebutkan bahwa transaksi on-demand, termasuk pengiriman makanan, tumbuh 19% dalam periode April–Mei 2025 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
GoTo sendiri telah menarik diri dari beberapa negara seperti Thailand dan Vietnam sebagai bagian dari strategi efisiensi, tetapi masih menjadi pemain dominan di Indonesia, pasar terbesar di Asia Tenggara dengan populasi lebih dari 275 juta jiwa.
“Kami akan terus menjaga ambang batas tinggi dalam penggunaan modal, mengambil pendekatan yang seimbang dalam investasi untuk pertumbuhan organik dan profitabilitas, serta sangat selektif terhadap peluang non-organik, sesuai dengan kerangka alokasi modal kami,” tulis Grab.