Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas naik lebih dari 1% karena dolar AS semakin melemah dan saham merosot di tengah ketidakpastian atas kebijakan tarif AS dan potensi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.
Melansir Reuters pada Rabu (21/5/2025), harga emas di pasar spot naik 1,7% menjadi US$3.284,74 per ons. Sementara itu, harga emas berjangka AS menguat 1,6% pada US$3.284,6 per ons.
Nilai tukar dolar AS kembali melemah karena tertekan oleh kehati-hatian Federal Reserve terhadap perekonomian.
Sebelumnya, greenback mengalami aksi jual besar-besaran pada Senin setelah lembaga pemeringkat Moody's menurunkan peringkat utang negara AS, satu tingkat turun dari "Aaa" menjadi "Aa1" karena kekhawatiran mengenai utang negara yang terus meningkat.
Dolar yang melemah membuat emas batangan lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
"Masih ada tingkat ketidakpastian di pasar. Yang paling menonjol, penurunan peringkat Moody's, melemahnya dolar telah mendukung kompleks logam mulia secara keseluruhan," kata David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures.
Baca Juga
Saham AS melemah karena investor fokus pada pemungutan suara penting di Washington atas pemotongan pajak besar-besaran Presiden AS Donald Trump.
Emas batangan dianggap sebagai aset yang aman selama periode ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
"Emas akan mengalami resistensi serius pada US$3.350 dengan beberapa resistensi kecil pada US$3.300. Kami diperdagangkan dalam kisaran baru US$3.150 hingga US$3.350," kata Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures.
Ketegangan yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina lebih menjadi faktor untuk platinum dan paladium, kata Meger, karena tidak adanya kesepakatan potensial dapat berarti berkurangnya pasokan di pasar yang berasal dari Rusia. Rusia adalah produsen paladium terbesar di dunia dan produsen platinum terbesar kedua.
Uni Eropa dan Inggris mengumumkan sanksi baru terhadap Rusia pada hari Selasa tanpa menunggu AS untuk bergabung, sehari setelah Presiden Donald Trump berbicara dengan Vladimir Putin tetapi tidak dapat memperoleh janji untuk gencatan senjata di Ukraina.