Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jurus Lepas Landas Garuda (GIAA) & AirAsia (CMPP) 2025 usai Kinerja Kompak Jeblok

Garuda Indonesia (GIAA) dan AirAsia (CMPP) meracik serangkaian strategi untuk mendongkrak kinerja keuangan usai kompak mencatakan kerugian sepanjang 2024.
Garuda Indonesia (GIAA) mengoperasikan livery tematik Pikachu Jet GA-1 yang diaplikasikan pada pesawat Boeing 737-800 NG./Garuda Indonesia
Garuda Indonesia (GIAA) mengoperasikan livery tematik Pikachu Jet GA-1 yang diaplikasikan pada pesawat Boeing 737-800 NG./Garuda Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) masih mencatatkan kinerja keuangan yang jeblok pada 2024. Kedua emiten masih berkutat dengan kerugian serta ekuitas negatif.

Berdasarkan laporan keuangan, GIAA mencatatkan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$72,7 juta atau Rp1,22 triliun (kurs Rp17.795 per dolar AS). Kondisi rugi GIAA berbalik dari raupan laba pada periode 31 Desember 2023 sebesar US$250,04 juta.

GIAA sebenarnya mencatatkan peningkatan pendapatan usaha 16,34% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$3,41 miliar pada 2024, dibandingkan US$2,93 miliar.

Dalam laporan keuangan, Manajemen GIAA menjelaskan bahwa pendapatan usaha meningkat didukung oleh keberhasilan dalam melakukan restrukturisasi utang serta raupan penyertaan modal negara (PMN).

Sebagai hasilnya, untuk periode sampai 31 Desember 2024 GIAA juga mencapai laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) positif sebesar US$983 juta.

Namun, Garuda Indonesia masih mencatatkan ekuitas negatif pada 2024 sebesar US$1,35 miliar. Ekuitas negatif tersebut menandakan bahwa utang GIAA lebih besar dari asetnya. Kondisi tersebut juga menjadi tanda bahwa perseroan masih mengalami kesulitan keuangan.

GIAA mencatat aset sebesar US$6,61 miliar pada 2024. Sementara, liabilitas GIAA sebesar US$7,97 miliar pada 2024.

"Hal-hal tersebut mengindikasikan adanya unsur ketidakpastian yang material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya," tulis Manajemen GIAA dalam laporan keuangannya dikutip Bisnis pada Senin (14/4/2025).

Begitu juga dengan CMPP yang masih membukukan rugi serta ekuitas negatif. Rugi bersih CMPP bahkan membengkak menjadi Rp1,52 triliun pada 2024, dibandingkan Rp1,08 triliun pada 2023.

Pendapatan usaha CMPP sebenarnya naik 19,9% yoy menjadi Rp7,94 triliun pada 2024. Namun, beban usaha Air Asia juga membengkak 17,53% yoy menjadi Rp8,73 triliun pada 2024. Ditambah, beban keuangan CMPP naik 17,17% yoy menjadi Rp424,33 miliar pada 2024.

CMPP pun masih membukukan ekuitas negatif sebesar Rp9,43 triliun pada 2024. Aset CMPP mencapai Rp5,71 triliun pada 2024, sementara liabilitas sebesar Rp15,15 triliun.

Seiring dengan ekuitas negatif, GIAA dan CMPP pun mendapatkan notasi khusus E dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga saham GIAA dan CMPP pun ambrol di pasar.

Harga saham GIAA ambrol 21,82% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai hari ini, Senin (14/4/2025) terparkir di level Rp43. Sementara saham CMPP turun 11,63% ytd ke level Rp76 per lembar.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan emiten aviasi seperti GIAA dan CMPP dihadapkan pada persoalan kinerja yang masih underwealming. Pada tahun ini, ia menilai GIAA dan CMPP pun masih sulit mengejar perolehan laba seiring dengan masih adanya tantangan terkait biaya avtur, juga kondisi daya beli yang kurang optimum.

Selain itu, tantangan lainnya bertambah yakni kondisi persaingan ketat seiring munculnya pesaing baru.

Terbaru, perusahaan pengembang energi terbarukan, penerbangan, dan pertanian yang berkantor pusat di Singapura Calypte Holding Pte. Ltd., resmi mendaftarkan anak usaha baru melalui notaris pada 7 Maret 2025. Anak usaha bernama PT Indonesia Airlines Group itu bergerak di sektor aviasi.

Perusahaan ancang-ancang 20 armada pesawat yang didatangkan secara bertahap yang terbagi atas 10 unit pesawat berbadan kecil (Airbus A321neo atau A321LR) dan 10 unit pesawat berbadan lebar (Airbus A350-900 dan Boeing 787-9).

Sebelumnya, PT BBN Airlines Indonesia resmi meramaikan transportasi udara di Tanah Air pada akhir September 2024, meski saat ini memilih untuk fokus pada bisnis lain.

BBN Airlines Indonesia mengaku memfokuskan bisnis pada layanan penyewaan ACMI (aircraft, crew, maintenance, and insurance). 

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer juga mengatakan GIAA dan CMPP juga masih menghadapi tantangan berat terkait kondisi kerugian besar dan ekuitas negatif. Tantangan lainnya juga dihadapi GIAA dan CMPP, yakni kehadiran maskapai anyar.

Selain itu, terdapat tantangan volatilitas harga bahan bakar, persaingan ketat, dan masalah keuangan masih membayangi.

"Akan tetapi ekspansi seperti penambahan pesawat dan rute baru pada 2025 tentunya merupakan sebuah katalis positif," ujarnya kepada Bisnis.

Pemulihan sektor pariwisata dan peningkatan permintaan perjalanan domestik serta internasional juga bisa menjadi katalis positif.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper