Bisnis.com, JAKARTA — (Indeks harga saham gabungan (IHSG) diproyeksikan akan mengalami tekanan pada perdagangan pekan depan setelah libur Lebaran disebabkan oleh faktor global, yakni kebijakan tarif impor AS. Namun, Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai agar investor tidak perlu panik.
Sebagaimana diketahui, tarif impor AS telah resmi diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada Rabu (2/4/2025), waktu setempat. Seluruh negara diganjar tarif impor 10%, sedangkan beberapa negara turut dikenakan tarif resiprokal (reciprocal tariffs) lebih tinggi berdasarkan hambatan perdagangan dengan AS.
Kebijakan AS itu diproyeksikan akan menekan pasar saham, termasuk Indonesia. Namun, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan bahwa sejumlah Bursa di Asia yang juga dikenakan tarif impor AS tidak mengalami dampak signifikan.
Berdasarkan data, sejumlah indeks harga saham di sejumlah Bursa negara-negara Asia memang mengalami pelemahan tipis setelah Trump mengumumkan kebijakan tarif impor.
SHCOMP Index di Bursa Shanghai misalnya mengalami pelemahan 0,24% sejak Trump mengumumkan tarif impor pada Rabu (2/4/2025) sampai pada Jumat (4/4/2025).
Kemudian, SZCOMP Index di Bursa Shenzhen melemah 1,1%, HSI Index di Bursa Hong Kong melemah 1,52%, KOSPI Index di Bursa Korea Selatan melemah 1,61%, dan SENSEX Index di Bursa India melemah 1,64%.
Baca Juga
"Kalau kita lihat data, maka bursa-bursa negara Asia yang dikenakan tarif tinggi tidak mengalami dampak negatif yang signifikan. Akan tetapi, justru bursa negara Eropa dan Amerika yang berdampak signifikan," ujar Jeffrey dalam keterangan tertulis, Minggu (6/4/2025).
Sejumlah indeks di bursa saham Eropa dan Amerika memang mengalami pelemahan signifikan. CCMP Index di NASDAQ misalnya ambruk 11,44% sejak Trump mengumumkan tarif impor pada Rabu (2/4/2025) sampai pada Jumat (4/4/2025). SPX Index di S&P 500 jug melorot 10,53% dan DJI Index di Dow Jones jeblok 9,26%.
Lalu, CAC Index di Bursa Prancis melorot 7,43%, DAX Index di Bursa Jerman melorot 7,81%, dan IBEX Index di Bursa Spanyol ambrol 6,95%,
Alhasil, menurut Jeffrey investor sebaiknya tidak perlu panik. "Investor agar tidak panik. Lakukan analisis secara cermat dan mengambil keputusan investasi secara rasional," tutur Jeffrey.
Sementara itu, berdasarkan data BEI, IHSG mengalami penguatan 0,59% ke level 6.510,62 pada perdagangan sebelum libur Lebaran, Kamis (27/3/2025). Namun, IHSG mengalami pelemahan 8,04% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sepanjang kuartal I/2025.
IHSG kemudian akan memulai perjalanannya kembali pada kuartal II/2025 selepas libur Lebaran pekan depan. BEI akan membuka kembali perdagangan saham pada Selasa, 8 April 2025.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan pergerakan IHSG pada perdagangan pekan depan selepas libur Lebaran diproyeksikan akan bergerak volatil dipengaruhi oleh faktor global, yakni kebijakan tarif Trump.
"Kebijakan Trump menyebabkan volatilitas pasar saham kencang, berdampak juga ke IHSG," ujar Nafan kepada Bisnis, Minggu (6/4/2025).
Terlepas demikian, pergerakan Bursa global patut diamati terlebih dahulu. Apabila sentimen negatif kebijakan Trump masih kuat, tentunya ini juga akan memberikan implikasi peningkatan volatilitas IHSG pada Selasa, 8 April 2025.
Bahkan, menurutnya wajar apabila pasar akan khawatir kinerja jeblok IHSG pekan depan sampai pada kemungkinan adanya trading halt kembali.
Pada bulan lalu sebelum libur Lebaran, IHSG memang sempat ambles 6,12% ke level 6.076,08 dalam sesi I perdagangan Selasa (18/3/2025). Hal itu memicu BEI melakukan pembekuan perdagangan sementara atau trading halt, pertama kalinya sejak 2020.
Selain kebijakan Trump, data ketenagakerjaan di AS pun memberikan dampak positif terhadap penguatan indeks dolar AS. Dengan demikian, nilai tukar rupiah ambruk di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) ke level Rp17.006 per dolar AS.
Adapun, menurut Nafan semua sektor saham akan mengalami pelemahan. "Semua sektor akan volatil. Disarankan ke semua investor mencermati kinerja fundamental, terutama emiten yang menerapkan good corporate governance yang baik, karena langkah itu akan membuat emiten mampu menghadapi tantangan dinamika global yang terjadi," ujar Nafan.