Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Tertekan Kekhawatiran Ekonomi Global Akibat Tarif Trump

Dolar AS melemah karena meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi AS di tengah kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang tidak terduga.
Karyawan memperlihatkan mata uang Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Selasa (12/11/2024)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan mata uang Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Selasa (12/11/2024)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Rabu (12/3/2025) karena meningkatnya kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi AS di tengah kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump yang tidak terduga.

Melansir Reuters, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau melemah 0,25% ke level 103,58 pada pukul 11.49 WIB.

"Selama ketidakpastian perdagangan masih berlangsung, volatilitas pasar akan tetap tinggi," ujar analis senior Capital.com Kyle Rodda.

Outlook pertumbuhan ekonomi AS semakin suram, dengan perhatian pasar kini tertuju pada rilis data inflasi indeks harga konsumen (CPI) hari ini, yang berpotensi memicu fluktuasi pasar lebih lanjut, tambah Rodda.

Serangkaian data ekonomi AS yang mengecewakan terus berlanjut, dengan laporan terbaru menunjukkan kepercayaan bisnis kecil turun untuk bulan ketiga berturut-turut pada Februari.

Kekhawatiran investor semakin meningkat setelah Trump, dalam wawancara dengan Fox News pada Minggu, tidak menampik kemungkinan resesi sebagai akibat dari kebijakan perdagangannya.

Kepala analis Barclays Private Bank Julien Lafargue mengatakan data inflasi harga konsumen hari ini dapat menciptakan dilema bagi investor. Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, kekhawatiran terhadap stagflasi akan meningkat.

Namun, jika inflasi lebih rendah dari perkiraan, ketakutan terhadap resesi akan semakin kuat. Saat ini, pasar lebih membutuhkan kepastian mengenai prospek pertumbuhan ekonomi ketimbang sekadar data inflasi,” ungkapnya.

Euro turun tipis 0,05% ke US$1,0913, tetapi masih dekat dengan level tertinggi sesi sebelumnya di US$1,0947—yang merupakan level tertinggi sejak 11 Oktober. Penguatan euro didorong oleh kesediaan Ukraina untuk menerima proposal gencatan senjata 30 hari yang diajukan AS dalam konfliknya dengan Rusia.

Selain itu, rencana stimulus fiskal besar-besaran Jerman turut mendukung penguatan mata uang tunggal Eropa ini. Namun, dinamika politik domestik Jerman menjadi tantangan baru setelah Partai Hijau berencana mengajukan proposal tandingan yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper