Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Akhir Pekan Ditutup Menguat ke Level Rp16.294 per Dolar AS

Rupiah ditutup menguat ke posisi Rp16.294 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Jumat (7/3/2025).
Karyawan memperlihatkan uang Rupiah dan Dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (3/3/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan uang Rupiah dan Dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (3/3/2025). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup menguat ke posisi Rp16.294 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (7/3/2025).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup pada perdagangan dengan naik 0,28% atau 45 poin ke posisi Rp16.294 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat melemah 0,22% ke posisi 103,800.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,21%, peso Filipina menguat 0,24%, ringgit Malaysia menguat 0,11%, won Korea menguat 0,07%, dan rupee India menguat 0,09%.

Sementara itu, mata uang lainnya yakni dolar Taiwan menguat sebesar 0,14%, baht Thailand menguat 0,23%, dolar Singapura menguat 0,16%, dan dolar Hong Kong melemah 0,01%, serta yuan China stagnan.

Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pada perdagangan sore ini, Jumat (7/3/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 45 poin ke level Rp16.294 setelah sebelumnya melemah 20 poin ke level Rp16.339.

Kemudian untuk perdagangan pekan depan, Senin (10/3/2025), dia memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.280-Rp16.340.

Ibrahim mengatakan bahwa dolar terpukul oleh meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS, dengan ketidakpastian muncul karena dampak kebijakan Donald Trump, setelah Presiden AS itu membuat konsesi untuk Kanada dan Meksiko dari tarif 25% yang baru-baru ini dikenakan.

Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic mengatakan bahwa kebijakan Trump mengaburkan prospek ekonomi AS, dan juga memperingatkan bahwa tarifnya dapat mendukung inflasi. Dia menjelaskan bahwa The Fed secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga karena mencari kejelasan lebih lanjut tentang ekonomi.

Menurutnya, data penggajian nonpertanian untuk bulan Februari yang akan dirilis pada Jumat ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang ekonomi.

Sementara itu, dia mengatakan untuk ekspor China tumbuh jauh lebih lambat dari yang diharapkan pada periode Januari-Februari, dan impor tiba-tiba anjlok, tetapi neraca perdagangan China tumbuh lebih dari yang diharapkan. Namun, ekspor yang lemah mencerminkan beberapa hambatan dari tarif perdagangan Trump, yang berlaku sejak awal Februari ini.

Dia menjelaskan bahwa Trump menaikkan tarifnya ke China menjadi 20% pada pekan ini. Beijing telah membalas dengan serangkaian tindakan, yang kemungkinan juga menjadi faktor yang menyebabkan angka impor menjadi lebih lemah. Namun, surplus perdagangan China tetap kuat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper