Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten sawit kompak membukukan kenaikan laba bersih pada 2024 sejalan dengan kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar global dan domestik.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, sejumlah emiten CPO besar sudah menyampaikan laporan keuangan 2024. Mereka ialah PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG), PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP), PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT), PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG), dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR).
Tujuh emiten sawit dan CPO itu kompak mengalami pertumbuhan profitabilitas dibandingkan dengan capaian pada 2023.
PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), misalnya, meraih laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih sebesar Rp1,14 triliun pada 2024 atau naik 8,68% dari Rp1,05 triliun di tahun 2023.
Kenaikan laba bersih itu sejalan dengan pendapatan bersih AALI yang tumbuh 5,16% year-on-year (YoY) menjadi Rp21,81 triliun pada 2024 dari Rp20,74 triliun pada 2023.
Pertumbuhan laba bersih yang lebih tinggi pada 2024 dibukukan oleh emiten yang terafiliasi dengan TP Rachmat, PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG). Pada 2024, laba bersih TAPG mencapai Rp3,12 triliun atau lebih tinggi 94,02% dibandingkan dengan realisasi pada 2023 yang sebesar Rp1,6 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, TAPG mencatatkan pendapatan sebesar Rp9,67 triliun pada 2024. Pendapatan ini naik 16,16% dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp8,32 triliun.
Lonjakan laba bersih juga dialami oleh dua emiten sawit dan CPO Grup Salim, PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP).
Laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih SIMP pada 2024 sebesar Rp1,54 triliun atau naik 110,46% YoY dari Rp736,41 miliar pada 2023. Capaian itu diperoleh saat pendapatan SIMP turun tipis dari Rp16 triliun menjadi Rp15,96 triliun pada tahun lalu.
Sementara itu, London Sumatra Indonesia mengantongi laba bersih Rp1,47 triliun pada 2024 atau naik 93,82% YoY dari Rp761,99 miliar pada 2023. Pada periode yang sama, pendapatan LSIP tumbuh 8,89% YoY dari Rp4,18 triliun menjadi Rp4,56 triliun pada 2024.
Meski tak tumbuh setinggi TAPG, SIMP, dan LSIP, laba bersih PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meningkat 39,26% YoY dari Rp917,8 miliar pada 2023 menjadi Rp1,27 triliun pada 2024. Kenaikan itu terjadi saat penjualan bersih SMAR meningkat dari Rp66,5 triliun pada 2023 menjadi Rp78,83 triliun.
Adapun, laba bersih BWPT tercatat sebesar Rp260,21 miliar pada 2024. Capaian itu meningkat 46,99% YoY menjadi Rp260,21 miliar dari Rp177,02 miliar pada 2023. Lonjakan laba bersih itu diraih emiten yang terafiliasi dengan taipan Peter Sondakh itu ketika pendapatan usaha naik dari Rp4,2 triliun pada 2023 menjadi Rp4,3 triliun pada 2024.
Sementara itu, PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG) mencetak laba bersih sebesar Rp1,1 triliun pada 2024. Manajemen DSNG menjelaskan laba bersih perseroan meningkat sebesar 35,6% YoY dari Rp839,8 miliar pada tahun sebelumnya.
Peningkatan laba ini didorong oleh pertumbuhan penjualan Perseroan sebesar 6,5% menjadi Rp10,1 triliun pada 2024, dari sebelumnya sebesar Rp9,49 triliun.
Berdasarkan uraian tersebut, TAPG menjadi emiten sawit dengan nilai laba bersih paling jumbo. Di sisi lain, lonjakan laba bersih paling tinggi dibukukan oleh SIMP.
Bos Emiten CPO Buka Suara
Sebelumnya, Direktur Utama Grup SIMP Mark Wakeford mengatakan perusahaan meraih kinerja keuangan yang positif terutama seiring dengan kenaikan harga komoditas serta upaya-upaya kami dalam pengendalian biaya dan efisiensi.
“Sektor agribisnis pada 2024 masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dampak cuaca, volatilitas harga komoditas dan ketidakpastian global,” tuturnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (3/3/2025).
Menurutnya, SIMP tetap berfokus pada peningkatan kegiatan operasional dan produktivitas, memprioritaskan belanja modal pada aspek-aspek yang penting, peningkatan pengendalian biaya dan efisiensi serta melakukan praktik-praktik agrikultur yang baik secara berkelanjutan.
Dari segi operasional, SIMP mencatat volume produksi tandan buah segar (TBS) inti pada 2024 turun sedikit sebesar 1% YoY menjadi 2,8 juta ton sedangkan produksi CPO relatif sama sebanyak 706.000 ton.
“Penjualan Divisi Perkebunan dan Minyak & Lemak Nabati (EOF) naik masing-masing 10% YoY dan 9% YoY. Peningkatan harga jual rata-rata produk sawit dan produk EOF berkontribusi pada kenaikan penjualan Divisi Perkebunan dan EOF yang sebagian diimbangi oleh penurunan volume penjualan produk sawit,” paparnya.
Terpisah, Presiden Direktur Lonsum Benny Tjoeng mengatakan LSIP meraih kinerja keuangan yang positif pada 2024 terutama seiring kenaikan harga komoditas serta upaya-upaya dalam pengendalian biaya dan efisiensi.
“Kami terus berfokus pada peningkatan kegiatan operasional dan produktivitas, memprioritaskan belanja modal terutama pada aspek-aspek yang penting, peningkatan pengendalian biaya dan efisiensi serta melakukan praktik-praktik agrikultur yang baik secara berkelanjutan.”
Menurutnya, penjualan LSIP naik 9% YoY menjadi Rp4,56 triliun terutama karena kenaikan harga jual rata-rata produk sawit yang sebagian diimbangi oleh penurunan volume penjualan.
Pada 2024, produksi TBS inti LSIP sebesar 1,17 juta ton, relatif sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Adapun, produksi CPO turun 2% YoY menjadi 287.000 ton seiring dengan penurunan TBS dari pihak eksternal.
Sementara itu, Direktur Utama Dharma Satya Nusantara Andrianto Oetomo mengatakan 2024 merupakan tahun yang menantang bagi perseroan. Fenomena El Nino yang terjadi sejak Juni 2023 hingga April 2024 yang lalu memengaruhi produktivitas perkebunan kelapa sawit pada 2024, sehingga berdampak pada penurunan produksi CPO.
"Namun, kondisi ini justru mendorong kenaikan ASP karena pasokan CPO yang berkurang," ucap Andrianto dalam keterangan resminya, Jumat (28/2/2025).
Meski demikian, DSNG mencatat kenaikan penjualan terutama didorong oleh peningkatan harga rata-rata penjualan (average selling price/ASP) CPO sepanjang 2024 akibat output produksi yang rendah, serta meningkatnya permintaan konsumsi dalam negeri termasuk implementasi program biodiesel B-35.
Selain karena peningkatan penjualan, peningkatan laba bersih DSNG juga didorong oleh efisiensi biaya operasional, terutama dari penurunan harga pupuk di segmen kelapa sawit.