Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Masih Tertahan di Atas Rp16.300 per Dolar AS, Ini Kata Ekonom

Ketidakpastian kondisi ekonomi dan geopolitik global dinilai sebagai sentimen yang mempersulit prediksi arah berbagai mata uang, termasuk rupiah.
Karyawati menghitung dolar di salah satu money changer di Jakarta, Kamis (9/1/2025). Bisnis/Abdurachman
Karyawati menghitung dolar di salah satu money changer di Jakarta, Kamis (9/1/2025). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede mengamini bahwa perkembangan kondisi global terkini mempersulit prediksi arah berbagai mata uang, termasuk rupiah. 

Mengutip data Bloomberg pada sore hari ini, Senin (10/2/2025), rupiah ditutup 75,5 poin atau 0,46% ke Rp16.358 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,24% ke 108,23. 

Mau tidak mau, kata Josua, Indonesia saat ini harus menghadapi kebijakan dari Presiden AS Donald Trump—yang tidak dapat diprediksi—dan menyebabkan volatilitas. 

“Pergerakan nilai tukar rupiah dan juga mata uang negara berkembang tahun ini memang akan sulit diprediksi. Karena kita akan dealing with kebijakan ataupun seseorang yang memang unpredictable seperti Donald Trump,” ujarnya dalam Permata Bank 2025 Economic Outlook, Senin (10/2/2025). 

Josua menyampaikan nilai tukar rupiah belum lagi harus menghadapi respons dari negara yang terkena kebijakan tarif Donald Trump dan akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor impor. 

Bank Indonesia (BI) memasang target yang optimistis terhadap rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2025 di level Rp15.285 per dolar AS. Di samping realistis atau tidaknya target tersebut, Josua menegaskan hal yang menjadi fokus pemerintah maupun bank sentral di Indonesia adalah bagaimana mengupayakan stabilitas nilai tukar rupiah. 

“Bukan kita mencapai level tertentu suatu nilai tukar rupiah, yang lebih penting lagi adalah bagaimana nilai tukar rupiah itu stabil agar baik dari sisi importirnya tidak memberatkan dan dari sisi eksportirnya pun juga tetap bisa terdukung,” tuturnya. 

Melihat 2024, pada kuartal I/2024 dan kuartal II/2024, rupiah bergerak cenderung melemah akibat kebijakan higher for longer suku bunga dan geopolitik yang membuat penguatan dolar.

Kemudian pada kuartal III/2024, sejalan dengan The Fed yang mulai pemangkasan suku bunga membuat Bank Indonesia (BI) juga memangkas BI Rate dan mendorong penguatan rupiah.  

Sementara pada kuartal IV/2024, eskalasi geopolitik di Timur Tengah meningkat ditambah dengan ketidakpastian dari Pemilu AS. Meski pada akhirnya Donald Trump menang dan menyulut penguatan dolar. 

Pada awal 2025, terjadi pergerakan rupiah yang sangat dipengaruhi kebijakan Trump yang tidak dapat diprediksi. 

Salah satunya, seperti saat Trump mengumumkan akan mengenakan tarif kepada Kanada dan Meksiko, tetapi beberapa hari kemudian menundanya. 

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan bahwa nilai tukar rupiah yang melewati Rp16.300 per dolar AS cenderung stabil di tengah ketidakpastian global yang berlanjut.

"Kami sudah menakar nilai tukar sekarang itu relatif stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).  

Perry menjelaskan bahwa kebijakan nilai tukar BI terus diarahkan untuk menjaga stabilitas rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian global. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper