Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Resmi Awasi Aset Kripto, Tantangan Baru Menanti

OJK sudah mulai mengawasi perdagangan aset kripto pada hari ini, Jumat (10/1/2025).
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga beraktivitas di dekat logo Bitcoin di Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mulai mengawasi perdagangan aset kripto pada hari ini, Jumat (10/1/2025). Sederet tantangan pengawasan aset kripto pun akan dihadapi.

Mengacu Undang Undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), tugas pengawasan aset kripto yang sebelumnya dijalankan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) beralih ke OJK mulai Januari 2024.

Pemerintah kemudian telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2024 tentang peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan. Dengan terbitnya aturan tersebut, pengawasan aset kripto kemudian telah resmi beralih dari Bappebti ke OJK mulai hari ini.

Pengamat kripto dan trader Desmond Wira mengatakan seiring dengan peralihan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK, terdapat sejumlah tantangan yang akan dihadapi regulator ke depan. Pertama, regulasi terkait kripto yang masih belum matang.

Menurutnya, aset kripto merupakan teknologi yang sangat baru dan dinamis. Oleh karena itu, peraturan yang ada sering kali ketinggalan dengan perkembangan teknologi.

"OJK bisa jadi akan kesulitan menyusun regulasi yang dapat mengikuti laju inovasi dan perkembangan pasar kripto yang cepat," kata Desmond, Jumat (10/1/2025).

Kedua, volatilitas pasar. Menurut Desmond, pasar aset kripto sangat volatil dan hal ini bisa berisiko bagi investor ritel. Untuk itu, OJK perlu merancang pengawasan yang dapat melindungi konsumen tanpa menghambat perkembangan pasar.

Ketiga, desentralisasi dan anonimitas. Sebab, kripto beroperasi dalam sistem terdesentralisasi yang berarti tidak ada otoritas tunggal dalam pengawasan transaksi. "Hal ini membuat pengawasan menjadi lebih rumit dan rawan penyalahgunaan, seperti pencucian uang atau pendanaan terorisme," kata Desmond.

Keempat, kurangnya infrastruktur dan sumber daya. Desmond menjelaskan pengawasan dan penegakan hukum dalam dunia kripto memerlukan sumber daya yang terampil dan teknologi canggih. Alhasil, OJK perlu berinvestasi dalam pelatihan sumber daya manusia dan teknologi yang mumpuni.

Kelima, integrasi dengan sistem keuangan tradisional. Menurutnya, pengawasan aset kripto harus dapat terintegrasi dengan sistem keuangan yang sudah ada, seperti bank dan institusi keuangan lain. Upaya keseimbangan antara inovasi kripto dan perlindungan sistem keuangan tradisional itu akan menjadi tantangan besar bagi OJK.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menjelaskan bahwa seiring dengan peralihan tugas pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK, terdapat sejumlah aturan yang juga kemudian berlaku.

Aturan yang dimaksud yakni Peraturan OJK (POJK) No. 27/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto serta aturan turunannya yakni Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 20/2024 Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto.

"Tentu [POJK dan SEOJK tentang perdagangan aset kripto] ini mulai berlaku pada saat peralihan tugas dilakukan pada 10 Januari 2025," kata Hasan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada beberapa waktu lalu.

Dalam beleid yang dirancang OJK tersebut, terdapat ketentuan yang mengatur tata cara pemberitahuan terkait perdagangan aset kripto, mekanisme penyampaian hasil evaluasi atas aset kripto yang masuk dalam daftar aset kripto, hingga ketentuan mengenai rencana bisnis penyelenggara perdagangan aset keuangan digital.

Dia juga sempat menjelaskan bahwa dalam pengawasan aset kripto tersebut, OJK akan menjalankan beberapa fase. Pertama adalah fase soft landing pada awal masa peralihan Januari 2025.

Fase kedua menjadi fase penguatan. Kemudian, fase ketiga merupakan fase pengembangan dan penguatan berkelanjutan aset kripto di Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper