Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah emiten rokok mencatat kinerja keuangan negatif pada semester I/2025. Ketika daya beli masyarakat melemah, inovasi bisnis diharapkan dapat menopang pendapatan yang terkikis.
Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan pertumbuhan emiten rokok bergantung regulasi pemerintah, mengingat cukai yang terus naik membuat harga jual produk meningkat dan masyarakat beralih pada rokok murah.
"Hal ini membuat rokok ilegal menjadi banyak, sehingga peralihan daya beli ini masih menjadi ancaman dari sisi top line. Di sisi lain, inovasi produk pun perlu dilakukan seperti pada HMSP yang memiliki produk smoke free, walaupun masih belum kontribusi besar tetapi terlihat adanya pertumbuhan pendapatan," kata Azis kepada Bisnis, Jumat (22/8/2025).
Berdasarkan laporan keuangan semester I/2025, PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) menorehkan kontraksi penjualan bersih 4,57% year on year (YoY) dari Rp57,82 triliun menjadi Rp55,17 triliun. Dari semua segmen, penjualan produk bebas asap menopang kinerja keuangan HMSP. Penjualan produk ini tumbuh 63,52% YoY dari Rp691,76 miliar menjadi Rp1,31 triliun.
Kala daya beli melemah, produk sigaret kretek mesin (SKM) HMSP terkontraksi 11,27% YoY dari Rp33,88 triliun menjadi Rp30,06 triliun.
Kondisi serupa juga dialami kompetitor, PT Gudang Garam Tbk. (GGRM). Penjualan segmen SKM turun 10,76% YoY dari Rp44,53 triliun menjadi Rp39,74 triliun. Segmen ini berkontribusi atas 90% penjualan GGRM.
Alhasil, pendapatan bersih GGRM terpangkas 11,30% YoY dari Rp50,02 triliun menjadi Rp44,37 triliun. Dari sisi bottom line, laba bersih GGRM tergerus 87,01% YoY dari Rp925,52 miliar menjadi Rp120,25 miliar.
Kondisi berbeda ditunjukkan PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM). Perseroan mencatat pertumbuhan penjualan bersih secara tahunan dari Rp2,22 triliun menjadi Rp2,88 triliun. Pertumbuhan ini ditopang oleh penjualan dari segmen SKM yang meningkat dari Rp1,28 triliun menjadi Rp1,73 triliun.
Dengan kinerja top line yang solid, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih WIIM tumbuh tipis, dari Rp147,27 miliar pada semester I/2024 menjadi Rp148,29 miliar dalam semester I/2025.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan beli untuk WIIM dengan target harga di rentang Rp845-Rp835, dari harga saat ini di Rp830 per saham.
"Rekomendasi trading buy WIIM dengan target Rp845-Rp835 dan support Rp805-Rp800," ujar Azis.
Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta melihat kinerja saham dari emiten rokok selama semester I/2025 ini cukup mengecewakan, dipengaruhi oleh sentimen negatif dari penurunan kinerja.
Kondisi itu menurutnya disebabkan pelemahan daya beli masyarakat, peredaran rokok ilegal, hingga selera pasar yang sekarang mulai melirik segmen produk bebas asap.
"Untuk itu diharapkan emiten berbasis rokok melakukan adaptasi bisnis, contohnya GGRM sudah fokus ke infrastruktur juga dalam rangka sustainability," ujar Nafan.
Berdasarkan catatan Bisnis, GGRM telah mengambil langkah progresif memperluas lini bisnis infrastruktur sejak 2020. Akhir 2020 lalu, GGRM menambah modal ke anak usahanya, PT Surya Kerta Agung (SKA) yang sebelumnya sebesar Rp500 miliar menjadi Rp3 triliun dan modal ditempatkan dan disetor yang semula sebesar Rp500 miliar menjadi sebesar Rp1 triliun.
SKA adalah perusahaan bentukan Gudang Garam yang memang didirikan dengan tujuan bergerak di bidang infrastruktur. Perusahaan ini fokus menggarap pembangunan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan jalan raya baik tol dan perlengkapannya.
Pada awal November 2020, GGRM juga mengumumkan pembentukan cucu usaha bernama PT Surya Kertaagung Toll (SKT) yang didirikan di bawah SKA dan berkedudukan di Kediri.
Terbaru, pada Mei lalu GGRM menyuntik modal untuk anak usahanya, PT Surya Sapta Agung Tol (SSAT) sebesar Rp1,5 triliun. SSAT adalah anak usaha Gudang Garam yang menjadi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) proyek Jalan Tol Kediri-Tulungagung.
"Sehingga kalau ada emiten yang belum fokus melakukan diversifikasi bisnis, disarankan untuk menerapkan efisiensi bisnis. Ini sebagai langkah untuk memperkuat dari sisi keberlanjutannya. Di sisi lain, inovasi juga penting. Misal dengan mengeluarkan produk bebas asap," pungkasnya.
Nafan memberikan rekomendasi wait and see untuk saham-saham berbasis rokok seperti GGRM, HMSP, WIIM hingga ITIC.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.