Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan penyebab rendahnya jumlah perusahaan yang melakukan pencatatan perdana saham (listing) pada tahun ini. Sebagaimana diketahui, BEI mencatat sebanyak 41 IPO tahun ini atau merupakan yang terendah dalam 5 tahun terakhir.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan tahun 2024 BEI membukukan pencapaian penerbitan efek sejumlah 680 efek atau 200% dari yang telah ditargetkan sebanyak 340 efek. Pencapaian tersebut mengalami peningkatan 176% dari pencapaian jumlah penerbitan efek pada 2023.
"Adapun untuk permohonan pernyataan pendaftaran saham secara umum tidak mengalami penurunan sepanjang 2024, tetapi beberapa perusahaan mengalami pembatalan pencatatan saham berupa penundaan dari calon perusahaan tercatat," ucap Nyoman, Selasa (31/12/2024).
Selain penundaan dari perusahaan tercatat, Nyoman juga menjelaskan Bursa melakukan penolakan IPO sehubungan dengan concern Bursa dari segi kondisi keuangan, operasional dan aspek hukum, termasuk going concern perusahaan.
Meski demikian, lanjut dia, aktivitas penerbitan obligasi dan atau sukuk serta instrumen efek lainnya di Bursa mengalami peningkatan.
Menurut Nyoman, hal ini menunjukkan perusahaan tetap memanfaatkan pasar modal dalam bentuk instrumen pendanaan perusahaan yang berbeda yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
"Kami memahami menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di BEI merupakan keputusan strategis bagi setiap perusahaan dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Keputusan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal," kata dia.
Dari internal perusahaan, ujar Nyoman, kesiapan perusahaan juga merupakan faktor yang sangat krusial. Perusahaan harus mempertimbangkan berbagai aspek di antaranya kinerja keuangan dan pemenuhan organ good corporate governance sesuai ketentuan.
Selain faktor internal tersebut, terdapat berbagai faktor eksternal yang juga mempengaruhi rencana IPO perusahaan. Faktor tersebut termasuk di antaranya kinerja sektor atau industri, kondisi makro ekonomi global dan domestik mencakup tingkat suku bunga dan inflasi, serta kebijakan-kebijakan pemerintah.
Lalu faktor geopolitik dan pemilu yang dilaksanakan di lebih dari 70 negara pada 2024, dengan total representasi terhadap populasi dan GDP global masing-masing sebesar 54% dan 60%. Hal ini menurut Nyoman mengakibatkan para entrepreneur dan pengusaha cenderung melakukan wait and see.
"Dapat kami sampaikan juga secara regional, bursa-bursa Asean juga mengalami penurunan jumlah IPO sebesar 35% dan nilai dana yang dihimpun sebesar 51%," kata Nyoman.
Adapun Bursa berharap dengan telah usainya pesta demokrasi pada tahun 2024 dan iklim politik yang kondusif setelah pelantikan presiden dan wakil presiden Indonesia, dapat mendorong kepercayaan investor dan meningkatkan optimisme serta minat perusahaan untuk melakukan IPO dan tercatat di BEI.
Sebagai informasi, berdasarkan data Bursa, jumlah IPO tertinggi selama 5 tahun terakhir terjadi pada 2023, yaitu sebanyak 79 perusahaan.
Lalu pada 2022 dengan jumlah 59 perusahaan, dan pada tahun 2019 sebanyak 55 perusahaan tercatat. Sampai akhir 2024, terdapat sebanyak total 943 perusahaan tercatat di BEI.