Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah komoditas mencatatkan harga yang stabil pada semester II/2024 ini. Terdapat sejumlah saham pilihan bersamaan dengan stabilnya harga komoditas ini.
Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah menjelaskan harga komoditas saat ini sudah mencerminkan fundamentalnya.
"Akan tetapi, bisa berubah secara signifikan apabila terjadi lonjakan permintaan, terutama dari Cina akibat efek dari stimulus," kata Fath, Kamis (10/10/2024).
Fath mencermati komoditas seperti nikel sangat menarik dicermati akibat efek dari stimulus yang digelontorkan China. Akan tetapi, efek ini menurutnya baru bisa dirasakan untuk jangka panjang.
Sementara itu, untuk saham emas menurutnya memang berkinerja cukup positif. Akan tetapi, emiten emas dengan harga yang cukup masuk akal (reasonable) dan murni pemain emas agak susah dicari.
Dari sisi komoditas minyak sawit atau crude palm oil (CPO), Fath menuturkan kebijakan pemerintah untuk B40 akan sangat baik untuk industri CPO. Hanya saja, investor menurutnya harus memperhatikan apakah akan ada harga acuan domestik yang diatur kembali atau tidak.
Baca Juga
"Selain itu juga statement terakhir dari Pak Luhut mengenai tidak diperkenankannya lahan baru untuk sawit, juga bisa membantu menstabilkan harga," tuturnya.
Sementara itu, untuk batu bara Fath mencermati aturan mengenai Mitra Instansi Pengelola (MIP) batu bara bisa memberikan kepastian suplai dalam negeri dan harga yang lebih baik untuk penjualan dalam negeri.
"Dalam hal ini sudah jelas PTBA yang paling diuntungkan dari keadaan tersebut. Kita masih menunggu detail lebihnya mengenai aturan MIP ini," ujarnya.
Lotus Andalan Sekuritas memilih saham ADRO dan ADMR di sektor komoditas, karena momentumnya sedang positif dan juga ditambah dengan corporate action yang akan dilakukan. Selain itu, Lotus Andalan Sekuritas juga memilih PTBA sebagai top picks karena akan diuntungkan dari aturan MIP.
Adapun, harga-harga komoditas seperti emas, batu bara, dan nikel mulai stabil pada semester II/2024 ini. Harga emas spot tercatat sudah naik sekitar 30% (year to date/YtD) menjadi US$2.650 per ons. Di sisi lain, harga CPO mencatatkan kenaikan menembus 4.300 ringgit per ton.
***
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.