Bisnis.com, JAKARTA — Arus dana asing ke pasar saham Indonesia diproyeksikan masih akan mengalir deras pada akhir tahun ini, meskipun terdapat sentimen tarikan imbas kebijakan stimulus jumbo di pasar China.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan kebijakan stimulus jumbo di China memang telah menumbuhkan ekspektasi para pelaku pasar terhadap perekonomian China, tak terkecuali investor asing sehingga inflow investasi mulai bergerak ke pasar China.
Sebagaimana diketahui, People Bank of China (PBoC) telah menerbitkan stimulus kebijakan moneter untuk menopang target pertumbuhan ekonomi pada 24 September 2024. Stimulus tersebut mencakup penurunan suku bunga 7DRR menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,7%, penurunan giro wajib minimum perbankan sebesar 50 basis poin.
Kebijakan moneter itu ditempuh PBoC untuk meningkatkan likuiditas sebesar US$142 miliar. PBoC juga menyampaikan potensi penurunan lanjutan sebesar 25-50 basis poin dan tambahan US$$114 miliar stimulus likuiditas untuk pasar saham dan relaksasi kredit pemilikan rumah (KPR) senilai total US$$5,2 triliun dan mempermudah aturan pembelian rumah kedua dengan penurunan DP menjadi 15% dari 25%.
Seiring dengan adanya tarikan sentimen stimulus jumbo di China, pasar saham Indonesia pun jeblok. Indeks harga saham gabungan (IHSG) membukukan pelemahan sebesar 2,2% atau 168,98 poin ke level 7.527,92 pada perdagangan awal pekan ini, Senin (30/9/2024).
Level IHSG saat itu pun menjadi yang terendah dalam sebulan perdagangan atau pada September 2024. Tercatat, pada perdagangan awal pekan ini, nilai jual bersih asing atau net foreign sell sebesar Rp3,1 triliun.
Nico mengatakan meski memberi daya tarik aliran dana asing masuk ke pasar China, termasuk dari Indonesia. Namun, pasar masih menanti sejauh mana stimulus memberikan bukti perbaikan ekonomi China.
"Selain itu, meskipun stimulus tersebut diberikan dalam jumlah yang besar, kami melihat pesona Indonesia akan jauh lebih besar," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (1/10/2024).
Menurutnya, fundamental pasar saham Indonesia yang masih kuat akan memberikan dorongan aliran dana asing masuk. Terdapat pula beberapa sentimen positif seperti pelantikan Presiden RI terpilih, pemilihan kabinet, Pilkada, hingga potensi penurunan tingkat suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) yang akan memberikan indikasi bahwa pasar Indonesia sudah jauh lebih siap serta stabil.
Meski begitu, di pasar China, koreksi yang terjadi sejak awal tahun telah membuat pasar China jauh lebih murah, sehingga pelaku pasar dan investor suka untuk berinvestasi di sana.
"Oleh sebab itu, kami melihatnya lebih kepada relokasi aset dari pelaku pasar dan investor, untuk menatap 2025 di tengah sentimen akan stimulus yang ada," tuturnya.
Alhasil, meskipun sentimen stimulus jumbo di China berdampak dalam jangka waktu pendek, tetapi hasilnya mungkin baru akan dirasakan jangka menengah hingga panjang.
Terpisah, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta juga mengatakan outflow di pasar saham Indonesia akibat daya tarik stimulus di China hanya relatif sementara.
"Kalau program stimulus, investor akan melihat sejauh mana implementasinya berjalan sukses atau tidak. Terbukti perekonomian China melambat meskipun sebelumnya juga ada stimulus," tuturnya.
Adapun, menurutnya aliran dana asing akan kembali normal ke pasar Indonesia seiring dengan fundamental makroekonomi yang kuat.
"Apalagi, IHSG pada Oktober, November, dan Desember secara historis mayoritas di teritori positif," ungkapnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aliran dana asing masih deras ke pasar saham Indonesia hingga September 2024. Tercatat, nonresiden mencatatkan net buy di pasar saham pada September 2024 sebesar Rp25 triliun.
Pada perdagangan kemarin, Selasa (1/10/2024), tercatat net foreign buy di pasar saham Indonesia sebesar Rp509,41 miliar. Sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) hingga perdagangan kemarin, nonresiden juga masih tercatat net foreign buy sebesar Rp50,15 triliun.