Bisnis.com, JAKARTA - Komoditas bijih besi menyentuh level terendah dalam 22 bulan, yaitu di bawah batas US$90 per ton, sejalan dengan pelemahan permintaan dari China sebagai konsumen Utama.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (9/9/2024), harga kontrak berjangka jatuh lebih dari 30% tahun ini. Bahkan, minggu lalu anjlok hampir 10% sendiri, seiring dengan penurunan konsumsi baja yang menghantam industri di China.
Kendati demikian, masih ada harapan karena biasanya pembelian baja akan meningkat usai musim panas dan dapat memberikan angin segar untuk para produsen jika terjadi.
Konsumsi baja di China melemah karena krisis sektor properti yang menahun. Produsen baja terbesar China, Baowu Steel Group Corp., mengatakan industri bisa mengalami krisis yang lebih buruk ketimbang krisis pada 2008 dan 2015.
Di saat ekspor dan pertumbuhan sektor lain meredakan dampak dari krisis sektor properti, pemangkasan produksi baja membuat pasar bijih besi terbebani dengan kelebihan pasokan.
Kemarin, mantan Gubernur Bank Sentral China Yi Gang mengatakan pemerintah harus fokus untuk mengakhiri deflasi karena mengancam pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Adapun, harga biji turun sebesar 2,3% menjadi US$89,60 per ton di Singapura dan diperdagangkan pada level US$89,95 pada pukul 8.12 pagi waktu setempat. Komoditas ini juga turun di Dalian, bersamaan dengan kontrak baja di Shanghai.