Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.307 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Selasa (9/7/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah membuka perdagangan dengan turun 0,30% atau 49 poin ke posisi Rp16.307 per dolar AS. Adapun indeks dolar terpantau naik 0,04% ke posisi 104,709.
Sementara itu, sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya kompak bergerak turun terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,16%, dolar Hong Kong dan dolar Singapura melemah 0,01% dan 0,06%.
Kemudian won Korea melemah 0,21%, peso Filipina melemah 0,06%, rupee India melemah 0,01%, rupee India melemah 0,01%, yuan China melemah 0,06%, ringgit Malaysia melemah 0,10% dan baht Thailand melemah 0,09%.
Sebelumnya Tim Riset Phintraco Sekuritas sebelumnya memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat seiring dengan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Selain itu, meningkatnya uncertainty risk di Eropa juga berpotensi mendorong berlanjutnya peningkatan rupiah.
"Peluang pemangkasan suku bunga acuan the Fed dan peningkatan uncertainty risk di Eropa berpotensi mendorong berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah seiring dengan mulai berbaliknya capital flow ke pasar modal Indonesia dalam sepekan terakhir," tulis Tim Phintraco Sekuritas, Senin (8/7/2024).
Baca Juga
Terpisah, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi fluktuasi rupiah. Dari luar negeri, Ibrahim mengatakan fokus saat ini tertuju pada data utama nonfarm payrolls, yang akan dirilis pada Jumat, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga.
“Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan kemungkinan lebih dari 66% Federal Reserve akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September,” kata dia.
Namun, optimisme terhadap penurunan suku bunga agak teredam oleh sinyal hawkish dari The Fed, dengan risalah pertemuan bank tersebut pada Juni menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan masih skeptis terhadap penurunan suku bunga.
Data nonfarm payrolls juga akan memberikan isyarat yang lebih pasti mengenai pasar tenaga kerja, yang juga menjadi perdebatan utama bagi The Fed dalam menurunkan suku bunga.