Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup menguat ke level Rp16.258 pada perdagangan awal pekan hari ini, Senin (8/7/2024). Rupiah menguat bersama beberapa mata uang Asia lainnya.
Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,12% ke Rp16.258 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,01% ke 104,86.
Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia ditutup bervariasi. Yen Jepang turun 0,11%, dolar Singapura turun 0,03%, dolar Taiwan turun 0,01%, won Korea Selatan turun 0,19%, dan peso Filipina naik 0,03%.
Kemudian rupee India naik 0,03%, yuan China melemah 0,02%, ringgit Malaysia naik 0,01%, dan baht Thailand stagnan pada penutupan sore ini.
Tim Riset Phintraco Sekuritas sebelumnya memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat seiring dengan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Selain itu, meningkatnya uncertainty risk di Eropa juga berpotensi mendorong berlanjutnya peningkatan rupiah.
"Peluang pemangkasan suku bunga acuan the Fed dan peningkatan uncertainty risk di Eropa berpotensi mendorong berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah seiring dengan mulai berbaliknya capital flow ke pasar modal Indonesia dalam sepekan terakhir," tulis Tim Phintraco Sekuritas, Senin (8/7/2024).
Baca Juga
Sementara itu, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp16.220 hingga Rp16.320 per Dolar AS pada perdagangan Senin (8/7/2024).
Terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi fluktuasi rupiah. Dari luar negeri, Ibrahim mengatakan fokus saat ini tertuju pada data utama nonfarm payrolls, yang akan dirilis pada Jumat, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga.
Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan kemungkinan lebih dari 66% Federal Reserve akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September.
Namun, optimisme terhadap penurunan suku bunga agak teredam oleh sinyal hawkish dari The Fed, dengan risalah pertemuan bank tersebut pada Juni menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan masih skeptis terhadap penurunan suku bunga.
“Data nonfarm payrolls juga akan memberikan isyarat yang lebih pasti mengenai pasar tenaga kerja, yang juga menjadi perdebatan utama bagi The Fed dalam menurunkan suku bunga,” kata Ibrahim dalam riset harian yang dikutip, Senin (8/7/2024).
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas perekonomian dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi.