Bisnis.com, JAKARTA — Aksi divestasi atau jual sebagian saham BREN dilakukan oleh salah satu investor kakap sejak Mei 2024.
Pergerakan harga saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) parkir di Rp9.950 pada akhir perdagangan Selasa (9/7/2024). Posisi itu mencerminkan kenaikan 64,46% dalam sebulan terakhir.
Di tengah kenaikan harga saham BREN dalam sebulan terakhir, salah satu pemodal raksasa terpantau getol menjual sebagian kepemilikan.
Berdasarkan data Bloomberg, kepemilikan BlackRock Inc. di Barito Renewables Energy terus menyusut sejak Mei 2024.
Secara terperinci, BlackRock masih memegang 156,80 juta lembar saham BREN pada akhir April 2024. Posisi itu menyusut menjadi 155,55 juta pengujung Mei 2024.
Selanjutnya, jumlah saham BREN yang dipegang oleh BlackRock kembali turun menjadi 150,65 juta pada akhir Juni 2024. Porsi kembali menyusut menjadi 149,79 juta periode berjalan Juli 2024.
Baca Juga
Sebagai pengingat, IHSG sempat mengalami volatilitas yang signifikan, terutama setelah saham BREN milik konglomerat Prajogo Pangestu masuk PPK FCA pada 29 Mei 2024 karena disuspensi selama dua hari Bursa akibat aktivitas perdagangan.
Masuknya BREN ke PPK FCA kala itu menyeret IHSG jatuh ke level terendahnya sepanjang tahun ini, menjadi 6.726,92 pada 19 Juni 2024. Hal itu bukan tanpa alasan, mengingat BREN merupakan emiten big caps dengan kapitalisasi pasar paling jumbo di BEI, sempat menyentuh Rp1.500 triliun.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan dalam tindakan pengawasan maupun menjalankan peraturan, Bursa tidak bisa bersifat kondisional. Artinya, jika IHSG turun karena saham big caps masuk ke dalam PPK FCA, itu merupakan konsekuensi yang perlu diterima bersama.
“Jadi kalau memang perlu diambil tindakan sesuai dengan SOP, ya itu tetap kami lakukan apapun konsekuensinya. Jadi enggak dalam upaya untuk menjaga indeks, atau menjaga perasaan kan. Jadi, apapun konsekuensinya tetap harus dilakukan," ujarnya dikutip Senin (8/7/2024).
BEI juga menyebut risiko turunnya IHSG bukan hanya disebabkan karena adanya PPK FCA, melainkan juga ada faktor-faktor eksternal seperti kondisi ketidakpastian ekonomi makro maupun global.
Bursa Efek Indonesia (BEI) memang telah merevisi aturan PPK FCA per 21 Juni 2024, namun kriteria nomor 10 masih belum diubah, yakni saham yang dikenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari satu hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
Kriteria itu menimbulkan kontroversi di kalangan investor, sebab suatu saham yang disuspensi BEI selama dua hari karena aktivitas perdagangan bisa langsung masuk PPK FCA, termasuk emiten big caps.
Pada saat bersamaan, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Manullang pun mengakui bahwa tidak hanya BREN, namun emiten berkapitalisasi pasar besar lainnya juga berisiko masuk FCA.
Dia juga menyinggung soal pihak-pihak tertentu yang menyebabkan anomali harga suatu saham. Artinya, saham tersebut mengalami kenaikan atau penurunan harga yang tidak wajar.
“Ada kemungkinan indikasinya ada pihak-pihak tertentu yang melakukan sesuatu. Kita jangan dulu bilang manipulasi ya, indikasi ada anomali gitu ya, jadi [fluktuasi harga] tidak biasa,” ujarnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.