Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Hanya BREN, Emiten Raksasa Lain Juga Punya Risiko Masuk FCA

Emiten berkapitalisasi pasar besar atau big caps selain BREN juga berisiko masuk FCA.
Karyawan beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Saham berkapitalisasi pasar jumbo (big caps) masih berisiko masuk papan pemantauan khusus full call auction (PPK FCA).

Sebagai pengingat, IHSG sempat mengalami volatilitas yang signifikan, terutama setelah saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) milik konglomerat Prajogo Pangestu masuk PPK FCA pada 29 Mei 2024 karena disuspensi selama dua hari Bursa akibat aktivitas perdagangan. 

Masuknya BREN ke PPK FCA kala itu menyeret IHSG jatuh ke level terendahnya sepanjang tahun ini, menjadi 6.726,92 pada 19 Juni 2024. Hal itu bukan tanpa alasan, mengingat BREN merupakan emiten big caps dengan kapitalisasi pasar paling jumbo di BEI, sempat menyentuh Rp1.500 triliun.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan dalam tindakan pengawasan maupun menjalankan peraturan, Bursa tidak bisa bersifat kondisional. Artinya, jika IHSG turun karena saham big caps masuk ke dalam PPK FCA, itu merupakan konsekuensi yang perlu diterima bersama.

“Jadi kalau memang perlu diambil tindakan sesuai dengan SOP, ya itu tetap kami lakukan apapun konsekuensinya. Jadi enggak dalam upaya untuk menjaga indeks, atau menjaga perasaan kan. Jadi, apapun konsekuensinya tetap harus dilakukan," ujarnya dikutip Senin (8/7/2024).

BEI juga menyebut risiko turunnya IHSG bukan hanya disebabkan karena adanya PPK FCA, melainkan juga ada faktor-faktor eksternal seperti kondisi ketidakpastian ekonomi makro maupun global.

Bursa Efek Indonesia (BEI) memang telah merevisi aturan PPK FCA per 21 Juni 2024, namun kriteria nomor 10 masih belum diubah, yakni saham yang dikenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari satu hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan. 

Kriteria itu menimbulkan kontroversi di kalangan investor, sebab suatu saham yang disuspensi BEI selama dua hari karena aktivitas perdagangan bisa langsung masuk PPK FCA, termasuk emiten big caps.

Pada saat bersamaan, Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Manullang pun mengakui bahwa tidak hanya BREN, namun emiten berkapitalisasi pasar besar lainnya juga berisiko masuk FCA.

Dia juga menyinggung soal pihak-pihak tertentu yang menyebabkan anomali harga suatu saham. Artinya, saham tersebut mengalami kenaikan atau penurunan harga yang tidak wajar. 

“Ada kemungkinan indikasinya ada pihak-pihak tertentu yang melakukan sesuatu. Kita jangan dulu bilang manipulasi ya, indikasi ada anomali gitu ya, jadi [fluktuasi harga] tidak biasa,” ujarnya saat ditemui di Gedung BEI.

Lebih lanjut, Kristian mengatakan BEI memiliki smart system yang dapat mengawasi harga saham secara real time dan dapat mendeteksi jika terjadi indikasi kenaikan atau penurunan harga yang tidak wajar. 

Sebagai langkah pertama, BEI menerbitkan pengumuman unusual market activity (UMA) untuk memberitahukan investor terkait ketidakwajaran pada harga saham tersebut, kemudian BEI melakukan suspensi dalam rangka cooling down selama satu hari perdagangan. 

“Jika setelah disuspensi satu hari masih juga volatil, kami masukkan ke dalam papan pemantauan khusus, tapi sudah kami persingkat waktunya dari sebelumnya 30 hari menjadi hanya 7 hari," pungkas Kristian.

Dampak ke Produk Reksa Dana Saham

Kebijakan FCA yang masih menyasar saham-saham big caps ini turut berdampak bagi manajer investasi yang memiliki portofolio saham berkapitalisasi pasar besar dalam produk reksa dana sahamnya.

Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan mengatakan kebijakan PPK FCA tersebut berdampak signifikan terhadap portofolio reksa dana saham. Terlebih, PPK FCA juga dapat menyasar saham big cap lainnya yang kena suspensi selama dua hari.

“Adanya risiko terkait kriteria suspensi dua hari ini memang cukup signifikan. Dalam jangka pendek, risiko tersebut dapat menyebabkan ketidakpastian dan volatilitas yang lebih tinggi dalam portofolio reksa dana saham, terutama untuk saham yang memiliki kapitalisasi pasar besar namun berpotensi terkena suspensi singkat," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024).

Lebih lanjut, dia mengatakan strategi portofolio Henan AM hingga akhir 2024 akan fokus pada diversifikasi aset untuk mengurangi risiko dan meningkatkan potensi return. Dalam reksa dana saham atau campuran, Henan AM akan meningkatkan alokasi pada saham-saham defensif dengan fundamental kuat, serta obligasi korporasi dengan yield yang menarik.

Henan AM pun berharap bahwa peraturan PPK FCA dapat terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi pasar yang dinamis. Salah satu aspek yang perlu dievaluasi adalah kriteria suspensi dua hari, yang sebaiknya ditinjau ulang agar tidak terlalu memberatkan emiten dengan kapitalisasi besar yang memiliki likuiditas kuat.  

“Kami berharap adanya transparansi yang lebih tinggi dan konsultasi dengan para pelaku pasar agar kebijakan yang diterapkan benar-benar dapat mendukung stabilitas dan pertumbuhan pasar modal,” ujarnya.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper