Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEI Dinilai Perlu Lebih Selektif Pilih Saham Short Selling

BEI dinilai perlu lebih selektif dalam memilih saham short selling karena jumlah emiten bertambah menjadi 118 sejak Juni 2024.
Jajaran direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam seremoni Penutupan Perdagangan Saham 2023 pada Jumat, (29/12/2023)/Bisnis/Rizqi Rajendra
Jajaran direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam seremoni Penutupan Perdagangan Saham 2023 pada Jumat, (29/12/2023)/Bisnis/Rizqi Rajendra

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merilis daftar saham yang boleh ditransaksikan menggunakan skema short selling menjadi 118 emiten pada Juli 2024.

Jumlah itu bertambah dari sebelumnya 116 saham yang boleh kena short selling periode Juni 2024. Kendati demikian, kalangan analis menilai BEI perlu lebih selektif dalam memilih saham short selling.

Mengacu data BEI per 28 Juni 2024, totalnya ada 118 saham short selling. Ada 6 saham yang baru dimasukkan ke daftar efek short selling, yaitu PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT Ecocare Indo Pasifik Tbk. (HYGN), PT Ikapharmindo Putramas Tbk. (IKPM), PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk. (SBMA), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) dan PT Terang Dunia Internusa Tbk. (UNTD).  

Sementara itu, ada 4 saham yang dikeluarkan dari daftar efek short selling, yakni PT Garudafood Putri Jaya Tbk. (GOOD), PT Aman Agrindo Tbk. (GULA), PT Resource Alam Indonesia Tbk. (KKGI) dan PT Teknologi Karya Digital Nusantara Tbk. (TRON).

Senior Investment Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan Bursa perlu melihat kriteria saham yang secara kapitalisasi pasar memungkinkan untuk menerapkan short selling.

"Memang lebih baik selektif ya, nanti misalnya kalau saham yang secara fundamental kurang bagus, nanti akan lebih susah untuk menciptakan demand," ujar Nafan kepada Bisnis, saat ditemui di sela acara Investor Network Summit 2024, Rabu (3/7/2024).

Artinya, BEI perlu mempertimbangkan kriteria saham-saham yang bisa ditransaksikan secara short selling harus saham yang benar-benar likuid atau memiliki kapitalisasi pasar besar (big cap).

Pasalnya, menurutnya meskipun short selling diklaim dapat meningkatkan transaksi, namun berisiko menyebabkan IHSG akan lebih volatil. "Memang bisa membuat transaksi naik, tapi bukan transaksi beli saja, tapi transaksi jual juga," pungkasnya.

Sebelumnya, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan pihaknya melihat dari dua sisi terkait aturan short selling. Dampak positifnya, aturan ini akan menambah ruang gerak bagi investor sehingga menjadi dua arah, pada saat IHSG cenderung bearish investor dapat melakukan transaksi short. 

"Karena saat ini pada saat pasar turun, investor hanya bisa melakukan averaging down saja dan kami menyambut baik terkait aturan ini yang mulai akan diterapkan di IHSG," ujar Audi kepada Bisnis.

Kendati demikian, dampak negatif short selling menurutnya yaitu sosialisasi terkait aturan ini kepada investor dikhawatirkan masih belum merata, sehingga kurangnya kesiapan investor. Misalnya, risiko atas aturan tersebut dan mitigasi oleh investor apabila mengalami kerugian.

"Kesiapan pendanaan dan pengetahuan tentang aturan perdagangan short selling ini yang paling harus dikedepankan. Dari sisi anggota bursa [AB], mitigasi profil investor terkait keikutsertaan dalam short selling ini harus ketat dan belum dapat diberikan kepada keseluruhan investor, terlebih yang baru dalam investasi saham," pungkas Audi. 

Perlu diketahui, short selling merupakan transaksi jual beli saham oleh investor yang tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi tersebut. Oleh karena itu, teknik short selling kerap dilakukan oleh investor dengan profil risiko tinggi.  

Adapun, mekanisme short selling adalah seorang investor meminjam saham kepada pihak lain, misalnya broker. Setelah itu, saham tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapat keuntungan. 

Bagi investor yang menjadi pelaku short selling harus bisa melihat pergerakan harga pasar dan memperkirakan kapan harga akan turun. Saat harga sudah turun, investor kemudian membelinya kembali dan mengembalikannya pada broker. Oleh karena itu teknik short selling sangat berisiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper