Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan transaksi short selling yang akan diterapkan dapat menaikkan likuiditas Bursa 2% hingga 3%.
Head of Economic Analysis BEI Vitri Herma Susanti mengatakan transaksi short selling menjadi salah satu alat untuk meningkatkan likuiditas di pasar saham. Dari sisi suplai, Bursa tetap berusaha menambah jumlah IPO untuk meningkatkan likuiditas. Sementara itu, dari sisi jumlah investor, Bursa terus mendorong agar semakin banyak investor yang terlibat di Bursa.
"Kami juga sekarang sedang ada upaya untuk meningkatkan mobilitas dari saham-saham yang kurang likuid melalui liquidity provider untuk saham. POJK ini sudah keluar, namun peraturan bursanya belum," kata Vitri, Kamis (20/2/2025).
Vitri melanjutkan Bursa sedang intens berkoordinasi dengan OJK untuk menyusun peraturan bursa terkait liquidity provider tersebut.
Selain melalui liquidity provider, Bursa juga mengembangkan mekanisme short selling yang bisa meningkatkan likuiditas pasar. Short selling tahap pertama ini, kata Vitri, akan diluncurkan sekitar Maret atau April tahun ini.
"Jadi di tahap pertama kami menargetkan mungkin adanya peningkatan likuiditas sekitar 2%-3%. Karena kalau kami lihat short selling ini di Bursa Malaysia itu dia 2% dari daily turnover-nya," ujarnya.
Dia berharap ke depannya, setelah layanan ini diluncurkan, dapat menambah likuiditas yang ada di masyarakat.
Sementara itu, Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menuturkan Bursa Indonesia membutuhkan likuiditas perdagangan. Menurut Satria, pasar saham Indonesia menjadi satu-satunya pasar modal di regional atau global yang memiliki sistem unusual market activity atau UMA.
Santria mencontohkan pada pasar saham Amerika Serikat, investor dapat membeli saham Nvidia, GameStop, dan saham lainnya yang bisa naik 20%, 50%, hingga 100% sehari. Menurutnya, pasar tersebut sangat dinamis, walaupun dengan kenaikan yang sudah terlalu tinggi bisa dilakukan short.
"Jadi mekanismenya sangat jalan. Nah di Indonesia misalnya, kita itu kayak sedikit wah hari ini ada sahamnya kan Auto Reject Atas 25%. Tiba-tiba 2-3 hari berturut-turut di UMA, habis itu di suspensi. Nah kalau seperti ini, investor akan melihat, aduh investasi saham di Indonesia, susah cuannya nih," kata Satria.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.